Tafsir Surat Al Maidah Ayat yang ke: 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, dan 56.
Ayat ini menerangkan tentang kebenaran Al Qur'an dan kitab-kitab sebelumnya, maksud dari hukum Jahiliyyah, larangan untuk berteman akrab dan setia kepada Yahudi dan Nasrani, lalu akan ada suatu kaum yang mencintai Allah dan Allah-pun mencintainya, pemenang adalah orang orang yang memberikan kesetiaan dan pembelaan kepada mereka yang menjadikan Allah, Rasulullah, dan orang yang beriman sebagai penolongnya. Lalu terdapat ayat yang berisi mengenai sikap lemah lembut terhadap orang mukmin dan bersikap keras kepada orang-orang kafir, dll.
Ayat 48-50: Al Qur’an membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya, menjadi saksi terhadapnya, dan bahwa berhukum dengan Al Qur’an adalah wajib
48. Dan Kami telah menurunkan kitab (Al Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya[1], maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu[2], Kami berikan aturan dan jalan yang terang[3]. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu[4], maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan[5]. Hanya kepada Allah kamu semua kembali[6], lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan[7],
49. Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah[8], dan janganlah kamu mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan kamu terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu[9]. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka[10]. Sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.
50. Apakah hukum Jahiliah[11] yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agama-Nya)?
Ayat 51-53: Larangan berwala’ dan berteman akrab kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani serta selain mereka yang menjadi musuh-musuh Islam dan sifat atau bentuk wala’ kepada mereka, dan akibat melakukan hal itu
51. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(mu); mereka satu sama lain saling melindungi[12]. Barang siapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka[13]. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim[14].
52.[15] Maka kamu akan melihat orang-orang yang hatinya berpenyakit[16] segera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, “Kami takut akan mendapat bencana[17].” Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya[18], sehingga mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka[19].
53. Dan orang-orang yang beriman akan berkata[20], “Inikah orang yang bersumpah secara sungguh-sungguh dengan (nama) Allah, bahwa mereka benar-benar beserta kamu?” Segala amal mereka menjadi sia-sia, sehingga mereka menjadi orang-orang yang rugi[21].
Ayat 54-56: Sifat orang-orang yang menolong agama Allah yang berhak diberikan wala’ dan pembelaan
54. Wahai orang-orang yang beriman! Barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya[22], maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka[23] dan mereka pun mencintai-Nya[24], dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir[25], yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela[26]. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki[27]. Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui[28].
55.[29] Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, seraya tunduk (kepada Allah)[30].
56. Dan barang siapa menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh, pengikut (agama) Allah[31] itulah yang menang[32].
[1] Maksudnya Al Quran mengandung apa yang dikandung dalam kitab-kitab sebelumnya, dan menambah lagi tuntutan-tuntutannya dan akhlak bagi diri. Al Qur’an mengandung semua kebenaran yang dibawa kitab-kitab sebelumnya, sehingga ia memerintahkannya dan mendorongnya. Di dalam Al Qur’an terdapat berita tentang orang-orang yang terdahulu dan yang akan datang, di dalamnya terdapat hukum dan hikmah serta hukum-hukum yang ditunjukkan kitab-kitab sebelumnya, oleh karenanya isi kitab-kitab terdahulu, jika disaksikan oleh Al Qur’an sebagai kebenaran, maka hal itu diterima, namun jika tidak disaksikan demikian, bahkan didustakan, maka hal itu ditolak karena telah dirobah oleh tangan manusia.
[2] Maksudnya umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umat-umat yang sebelumnya.
[3] Aturan di sini seperti yang tertera dalam Al Qur’an, dan jalan yang terang di sini adalah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penjelasan atau praktek nyata dari Al Qur’an. Dengan demikian, sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan tolok ukur benar tidaknya kita memahami Al Qur’an.
Syari’at bagi setiap umat berbeda-beda sesuai kondizi zaman dan keadaan pada waktu itu, dan semua syari’at itu merujuk kepada keadilan yang memang layak diterapkan pada zaman itu, adapun ushul (dasar-dasar agama) yang menjadi maslahat dan kebijaksanaan di setiap zaman, maka tidak berbeda-beda, seperti pada ayat berikut:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri.” (Terj. An Nisaa’: 36)
dan ayat-ayat yang lain seperti di surat Al Baqarah: 83 dan 177, Al An’aam: 151-153, Al Israa’: 23-38 dan Luqman: 12-19.
[4] Kalau Allah menghendaki, tentu Dia menjadikan kamu satu umat saja dan di atas satu syari’at, akan tetapi Dia pecah-pecahkan kamu untuk mengujimu terhadap syari’at yang berbeda sesuai keadaan waktu itu, agar Dia melihat siapa di antara kamu yang taat dan siapa di antara kamu yang bermaksiat. Demikian juga agar kamu dapat berlomba-lomba dalam kebaikan dengan umat sebelum kamu.
[5] Ayat ini menunjukkan agar seseorang bersegera melaksanakan ketaatan dan tidak menundanya, seperti melaksanakan shalat di awal waktu, dan agar seseorang tidak membatasi diri melakukan kewajiban saja, bahkan sepatutnya ia mengerjakan hal yang sunat yang mampu dikerjakan agar amalan menjadi sempurna dan dapat membalap orang lain dalam mengerjakan kebaikan.
[6] Baik kamu maupun umat-umat terdahulu.
[7] Tentang syari’at dan amal, lalu Dia akan memberikan balasan kepada pengikut kebenaran dan pelaku amal salih, serta akan memberikan balasan kepada pengikut kebatilan dan pelaku amal buruk.
[8] Yaitu yang disebutkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah, dan itulah keadilan.
[9] Sehingga kamu meninggalkan hukum Allah karena mengikuti hawa nafsu mereka.
[10] Untuk dosa-dosa ada hukumannya, baik segera maupun ditunda nanti, di antara hukuman yang paling besar adalah dijadikan indah kemaksiatan akibat kefasikannya.
[11] Hukum jahiliah adalah setiap hukum yang menyelisihi hukum Allam dan Rasul-Nya. Barang siapa yang berpaling dari hukum Allah dan Rasul-Nya, maka ia ditimpa bala’ dengan hukum jahiliah yang tegak di atas kebodohan, kezaliman dan kesesatan, adapun hukum Allah, maka ia tegak di atas ilmu, keadilan, cahaya dan petunjuk.
[12] Dan saling menolong serta bersatu dalam memusuhi dan memerangi kamu.
[13] Hal itu, karena berwala’ (memberikan kesetiaan) jika sempurna menjadikan pelakunya pindah ke agama mereka, namun jika berwala’ hanya sedikit, maka bisa membawanya kepada sikap sering berwala’, dan jika tidak dicegah lama-kelamaan akan menjadikan seorang hamba termasuk mereka (pindah ke agama mereka).
[14] Yang memberikan walaa’ (kesetiaan) kepada orang-orang kafir.
[15] Setelah Allah melarang kaum mukmin berwala’ kepada orang-orang kafir, Allah memberitakan bahwa di antara orang-orang yang mengaku beriman ada yang berwala’ kepada mereka.
[16] Seperti orang-orang munafik atau orang-orang yang lemah iman.
[17] Mereka memberikan wala’ kepada orang-orang kafir karena khawatir orang-orang kafir yang menang, sehingga mereka tidak jadi diserang karena telah memberikan wala’ kepada orang-orang kafir. Mereka tidak yakin bahwa Allah akan memenangkan dan menyempurnakan agama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[18] Dengan membuka rahasia orang-orang munafik.
[19] Berupa syak (keragu-raguan) dan sikap wala’ kepada orang-orang kafir.
[20] Dengan heran ketika rahasia orang-orang munafik terbongkar.
[21] Di dunia dibuka aibnya dan di akhirat mendapatkan siksa.
[22] Di dalamnya terdapat pemberitahuan Allah terhadap sesuatu yang mungkin terjadi, sebagaimana murtadnya orang-orang yang sudah masuk Islam setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat sehingga mereka diperangi oleh Abu Bakar Ash Shiddiq. Sebelum terjadi perbuatan itu (murtad), Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengingatkan dalam ayat ini agar mereka jangan sampai kembali kafir. Di samping itu, yang demikian tidaklah merugikan Allah sedikit pun, bahkan Allah akan mendatangkan pengganti mereka, yaitu orang-orang yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai Allah.
[23] Sesungguhnya cinta Allah kepada hamba merupakan nikmat yang paling besar dan keutamaan yang paling utama yang Allah berikan kepada hamba. Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Allah akan memudahkan semua sebab baginya, memudahkan yang susah, memberinya taufik untuk mengerjakan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran dan menjadikan manusia cinta kepadanya.
Faedah:
Seseorang apabila ingin dicintai Allah harus mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baik zahir maupun batin, baik dalam ucapan maupun perbuatan dan dalam semua keadaannya (lihat Ali Imran: 31). Di antara contoh sebab agar dicintai Allah adalah membaca Al Qur’an dengan mentadabburi dan memahami maknanya, mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan amalan sunnah setelah amalan wajib, selalu berdzikr kepada Allah, mendahulukan apa yang dicintai Allah apabila dihadapkan dua hal yang dicintainya, mempelajari nama Allah dan sifat-Nya, memperhatikan nikmat Allah baik yang nampak maupun tersembunyi serta memperhatikan pemberian-Nya kepada kita agar membantu kita bersyukur, pasrah kepada Allah dan menampakkan sikap butuh kepada-Nya, qiyamullail di sepertiga malam terakhir dengan disudahi istighfar dan taubat, duduk bersama orang-orang shalih yang cinta karena Allah serta mengambil nasehat dari mereka dan menjauhi sebab yang menghalangi hati dari mengingat Allah.
[24] Ada yang mengatakan, bahwa mereka ini adalah Abu Bakar Ash Shiddiq dan kawan-kawannya ketika memerangi orang-orang yang murtad. Ada pula yang mengatakan, bahwa mereka ini adalah kaum Abu Musa Al Asy’ariy. Demikian pula orang yang mencintai Allah dan memiliki sifat-sifat di atas.
[25] Berdasarkan ayat ini, bersikap lemah lembut kepada kaum mukmin dan bersikap keras kepada orang-orang kafir termasuk amalan yang mendekatkan diri kepada Allah. Namun demikian, sikap keras terhadap orang-orang kafir tidaklah menghalangi kita untuk mendakwahi mereka dengan cara yang baik.
[26] Mereka lebih mendahulukan ridha Tuhan mereka, takut celaan-Nya daripada celaan orang yang mencela. Hal ini menunjukkan kuatnya pendirian dan tekad mereka. Adapun orang yang lemah hatinya, maka lemah pula pendiriannya, semangatnya mengendor ketika dicela, pendiriannya lemah ketika dicela dan tekadnya menciut. Hal ini mewnunjukkan bahwa dalam hati mereka terdapat peribadatan kepada selain Allah sesuai keadaan hatinya yang memperhatikan perasaan makhluk, menunjukkan sikap mereka mendahulukan keridhaan manusia dan takut celaan mereka. Oleh karena itu, seorang hamba belum lepas dari peribadatan kepada selain Allah, sampai ia tidak takut celaan orang yang mencela dalam menjalankan agama Allah.
[27] Yakni semua sifat mulia tersebut merupakan karunia Allah kepada mereka agar mereka tidak ujub terhadap diri mereka dan agar mereka mensyukuri nikmat tersebut.
[28] Siapa yang layak memperoleh karunia tersebut.
[29] Setelah menyebutkan larangan memberikan walaa’ (kesetiaan) kepada orang-orang kafir, maka dalam ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta’aala menerangkan siapa sebenarnya yang berhak diberikan wala’.
Tentang turun ayat ini ada yang berpendapat, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Salam ketika ia dijauhi oleh orang-orang Yahudi Bani Quraizhah dan Bani Nadhir. Ada pula yang berpendapat, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Ubadah bin Ash Shaamit ketika ia berlepas diri dari orang-orang Yahudi, wallahu a’lam.
[30] Yakni khusyu’ atau menambah dengan shalat sunat.
[31] Yaitu orang-orang yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya atau ia hanya memberikan wala’ (kesetiaan) dan pembelaan kepada mereka, tidak kepada orang-orang kafir.
[32] Ayat ini merupakan kabar gembira bagi orang yang menjalankan perintah Allah dan masuk ke dalam pengikut agama-Nya dan sebagai tentara-Nya, bahwa ia akan memperoleh kemenangan meskipun terkadang mengalami kekalahan karena hikmah Allah, namun di akhirnya ia akan memperoleh kemenangan, dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah?.
Tags: Tafsir Lengkap Al Quran Online Indonesia, Surat Al Maidah, Terjemahan Dan Arti Ayat Al Quran Digital, Penjelasan dan Keterangan, Asbabun Nuzul, Download Tafsir Al Quran, Footnote atau catatan kaki.
0 komentar
Posting Komentar