Tafsir Al Qur'an Surat Al A’raaf Ayat yang Ke: 155, 156, 157, 158, 159, 160, 161, 162, 163, 164, 165, dan 166.
Ayat berikut ini menerangkan tentang pertobatan Nabi Musa dan kaumnya, lalu menjelaskan tentang arti kata Ma'ruf dan Munkar, perintah untuk mengikuti risalah Nabi Muhammad SAW, kemudian terdapat nikmat Allah yang diberikan kepada Bani Israil, keterangan tentang Manna dan Salwa, perintah-perintah Allah yang dirubah oleh mereka, kisah tentang hari Sabat/sabtu, keras dalam mencari ikan, dan peristiwa ketika ashabus sabat dirubah menjadi kera.
Baca Juga: Tafsir Al A'raaf Ayat 144-154
Ayat 155-156: Permohonan maaf Nabi Musa ‘alaihis salam kepada Tuhannya terhadap tindakan kaumnya dan penjelasan luasnya rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya
155.[1] Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohon tobat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Ketika mereka ditimpa gempa bumi[2], Musa berkata, “Ya Tuhanku, jika Engkau kehendaki, tentulah Engkau binasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang berakal di antara kami?[3] Itu hanyalah cobaan dari-Mu, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki[4]. Engkaulah pemimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat. Engkaulah pemberi ampun yang terbaik.”
156. Dan tetapkanlah untuk kami kebaikan di dunia ini[5] dan di akhirat[6]. Sungguh, kami kembali (bertobat) kepada Engkau[7]. (Allah) berfirman, “Siksa-Ku akan Aku timpakan kepada siapa yang Aku kehendaki[8] dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu[9]. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku[10] bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami[11].”
Ayat 157-159: Wajibnya mengikuti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan penjelasan meratanya risalah Beliau kepada semua manusia, bahkan jin pun diperintah pula mengikuti Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
157. (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul (Muhammad)[12], Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (nama dan sifatnya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang ma’ruf[13] dan mencegah dari yang mungkar[14], dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka[15] dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka[16], dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka[17]. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang (Al Quran)[18] yang diturunkan kepadanya, mereka itulah orang-orang yang beruntung[19].
158.[20] Katakanlah (Muhammad), “Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua, Yang memiliki kerajaan langit dan bumi[21], tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) Nabi yang ummi[22] yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya). Ikutilah dia, agar kamu mendapat petunjuk[23].”
159. Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat[24] yang memberi petunjuk (kepada manusia) dengan (dasar) kebenaran dan dengan itu (pula) mereka menjalankan keadilan[25].
Ayat 160-162: Di antara nikmat Allah kepada Bani Israil, dan bagaimana mereka merobah perintah-perintah Allah Subhaanahu wa Ta’aala
160. Dan Kami membagi mereka menjadi dua belas suku yang masing-masing berjumlah besar, dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya[26], “Pukullah batu itu dengan tongkatmu!” Maka memancarlah dari (batu) itu dua belas mata air. Setiap suku telah mengetahui tempat minumnya masing-masing. Dan Kami naungi mereka dengan awan[27] dan Kami turunkan kepada mereka mann dan salwa[28]. (Kami berfirman), “Makanlah yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu.” Mereka tidak menzalimi Kami[29], tetapi merekalah yang selalu menzalimi dirinya sendiri.
161. Dan (ingatlah), ketika dikatakan kepada mereka (Bani Israil), “Diamlah di negeri ini (Baitul Maqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)nya di mana saja kamu kehendaki.” Dan katakanlah, “Bebaskanlah kami dari dosa kami, dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu.” Kelak akan Kami tambah (pahala) kepada orang-orang yang berbuat baik.
162. Maka orang-orang yang zalim di antara mereka mengganti (perkataan itu) dengan perkataan yang tidak dikatakan kepada mereka[30], maka Kami timpakan kepada mereka azab dari langit[31] disebabkan kezaliman mereka.
Ayat 163-166: Kisah As-habus Sabt dan hukuman bagi mereka, dan pentingnya menegakan amr ma’ruf-nahi munkar
163. Dan tanyakanlah kepada Bani Israil[32] tentang negeri[33] yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabat[34], (yaitu) ketika datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, padahal pada hari-hari yang bukan Sabat ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami menguji mereka disebabkan mereka berlaku fasik[35].
164. Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka[36] berkata[37], “Mengapa kamu menasehati kaum yang akan dibinasakan atau diazab Allah dengan azab yang sangat keras?” Mereka menjawab, “Agar kami mempunyai alasan (lepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu[38], dan agar mereka bertakwa[39].”
165. Maka setelah mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang orang berbuat jahat[40] dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.
166. Maka setelah mereka bersikap sombong[41] terhadap segala apa yang dilarang. Kami katakan kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina[42].”
[1] Saat Bani Israil telah bertobat dan kembali kepada petunjuk, maka Musa memilih 70 orang dari kaumnya yang tidak menyembah patung anak sapi.
[2] Ada yang berpendapat, bahwa mereka ditimpa gempa karena tidak menjauhi kaumnya ketika menyembah patung anak sapi. 70 orang ini bukanlah mereka yang meminta diperlihatkan Allah secara nyata yang kemudian disambar halilintar.
[3] Kata-kata ini menunjukkan bahwa orang yang berani kurang sopan kepada Allah adalah mereka yang kurang akal, dan kurang akal inilah yang menyebabkan manusia salah bertindak.
[4] Perbuatan mereka membuat patung anak sapi dan menyembahnya itu adalah suatu cobaan Allah untuk menguji mereka; siapa yang sebenarnya kuat imannya dan siapa yang masih ragu-ragu. Orang-orang yang lemah imannya itulah yang mengikuti Samiri dan menyembah patung anak sapi itu. Akan tetapi orang-orang yang kuat imannya, tetap dalam keimanannya.
[5] Seperti ilmu yang bermanfaat, amal yang saleh dan rezeki yang banyak.
[6] Yaitu apa yang Allah sediakan untuk wali-wali-Nya yang saleh, berupa pahala.
[7] Dengan mengakui kekurangan kami.
[8] Yakni kepada mereka yang termasuk orang celaka, di mana mereka mengerjakan sebab-sebabnya.
[9] Di dunia, baik kepada orang mukmin maupun orang kafir, orang baik maupun orang jahat. Oleh karenanya, tidak ada satu pun makhluk kecuali rahmat Allah mengena kepadanya. Akan tetapi rahmat yang khusus yang menghendaki untuk bahagia di dunia dan di akhirat tidaklah diberikan kepada semua orang, bahkan untuk mereka yang bertakwa sebagaimana pada lanjutan ayat tersebut.
[10] Di akhirat.
[11] Termasuk sempurnanya beriman kepada ayat-ayat Allah adalah mengetahui kandungannya dan mengamalkannya. Demikian juga mengikuti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir maupun batin, dalam masalah pokok maupun cabang.
[12] Siyaq (susunan) ayat ini membicarakan hal ihwal Bani Israil, namun disebutkan di sana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena beriman kepada Beliau merupakan syarat masuknya mereka ke dalam golongan orang-orang yang beriman, dan bahwa orang-orang yang beriman kepada Beliau lagi mengikutinya adalah orang-orang yang akan memperoleh rahmat yang mutlak (di dunia dan akhirat).
[13] Ma’ruf adalah perbuatan baik, atau perkara yang dikenal baik, cocok dan bermanfaat. Contohnya tauhid, shalat, zakat, puasa, haji, silaturrahim, berbakti kepada kedua orang tua, berbuat baik kepada terangga dan budak yang dimiliki, memberi manfaat kepada semua orang, berkata jujur, menjaga diri (iffah), memberi nasehat, dsb.
[14] Munkar adalah perbuatan buruk, atau perkara yang dikenal buruknya menurut akal dan fitrah. Contohnya syirk, membunuh jiwa tanpa alasan yang benar, berzina, meminum yang memabukkan, berbuat zalim kepada yang lain, dusta, berbuat jahat, dsb.
[15] Seperti makanan, minuman dan menikah, atau menghalalkan yang sebelumnya diharamkan dalam syari’at mereka. Dalil/bukti besar yang menunjukkan bahwa Beliau adalah utusan Allah adalah dengan melihat apa yang Beliau serukan dan perintahkan, dan apa yang Beliau larang, serta apa yang Beliau halalkan dan apa yang Beliau haramkan.
[16] Seperti bangkai dsb.
[17] Maksudnya dalam syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ada lagi beban-beban berat seperti yang dipikulkan kepada Bani Israil. Misalnya syari’at membunuh diri dalam bertobat, mewajibkan qisas pada pembunuhan baik yang disengaja atau tidak tanpa membolehkan membayar diat, membuang atau menggunting kain yang terkena najis dsb. Ayat ini menunjukkan bahwa syari’at yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah syari’at yang mudah dan ringan.
[18] Al Qur’an merupakan cahaya yang digunakan untuk menyinari kegelapan keraguan dan kebodohan.
[19] Sebaliknya, orang yang tidak beriman kepada Nabi yang ummi tersebut (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam), tidak memuliakannya, tidak menolongnya dan tidak mengikuti cahaya yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), maka mereka itulah orang-orang yang rugi.
[20] Karena ayat sebelumnya lebih mengarah seruannya kepada Ahli Kitab dari kalangan Yahudi, maka agar tidak terkesan bahwa seruan Islam terbatas untuk mereka, dalam ayat ini disebutkan, bahwa seruan Islam ditujukan kepada semua manusia.
[21] Di mana Dia mengatur alam semesta dengan hukum-hukum Kauni-Nya (taqdir) dan hukum-hukum syar’i-Nya (syari’at). Termasuk di antaranya adalah dengan mengutus seorang rasul yang mengajak kepada Allah dan kepada surga-Nya, serta memperingatkan segala yang menjauhkan diri dari Allah dan dari surga-Nya.
[22] Yang lurus aqidah (keyakinan) dan amalnya.
[23] Dalam meniti hidup di dunia.
[24] Yakni segolongan orang.
[25] Maksudnya mereka menuntun manusia dengan berpedoman kepada petunjuk dan tuntunan yang datang dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Demikian juga dalam mengadili perkara-perkara, mereka selalu mencari keadilan dengan berpedoman kepada petunjuk dan tuntunan Allah. Dalam ayat ini terdapat keutamaan segolongan orang dari kaum Musa yang mengajarkan petunjuk kepada manusia dan berfatwa untuk mereka dengan ilmu itu, dan bahwa Allah Ta’ala menjadikan di antara mereka para imam yang mengajak kepada petunjuk. Disebutkannya ayat ini adalah untuk mengecualikan dari golongan sebelumnya yang penuh dengan aib, jauh dari kesempurnaan dan berlawanan dengan hidayah agar tidak ada kesan bahwa semua Bani Israil seperti itu.
[26] Saat mereka di tengah padang Tiih (padang atau lapangan luas yang tidak ada tanda yang menunjukkan jalan), lihat pula Surah Al Maa’idah: 26.
[27] Ketika mereka berada di padang Tiih, yang melindungi mereka dari panas terik matahari.
[28] Manna adalah makanan manis seperti madu, sedangkan Salwa adalah burung sebangsa puyuh.
[29] Ketika mereka tidak bersyukur kepada Allah dan tidak mengerjakan kewajiban yang Allah bebankan.
[30] Mereka diperintah untuk mengucapkan hiththatun (artinya, “Bebaskanlah kami dari dosa”), namun mereka merubahnya sambil mencemooh dan mengucapkan hinthatun (artinya: gandum) sebagai gantinya, atau mengucapkan “hitthatun” namun dengan menambah “Habbah fii sya’iirah” (artinya: biji dalam sebuah gandum), dan lagi mereka masuk ke pintu gerbangnya sambil membelakangi (merangkak dengan mengedepankan bokong mereka). Jika mereka sudah berani merubah ucapan yang diperintahkan kepada mereka padahal ringan melakukannya, maka merubah sikap lebih berani lagi. Oleh karenanya, mereka masuk ke negeri itu dalam keadaan membelakangi (tidak sambil membungkuk).
[31] Bisa berupa tha’un atau hukuman dari langit lainnya.
[32] Sebagai celaan untuk mereka.
[33] Yaitu kota Eliah yang terletak di pantai laut merah antara kota Madyan dan bukit Thur.
[34] Menurut aturan itu, mereka tidak boleh bekerja pada hari Sabtu, karena hari Sabtu dikhususkan untuk beribadah, namun mereka malah menjaring ikan pada hari itu dengan meletakkan jaringnya di sana.
[35] Sikap mereka yang selalu berbuat fasik itulah yang menyebabkan mereka mendapatkan ujian tersebut. Ikan-ikan datang kepada mereka pada hari Sabtu, sedangkan pada hari-hari yang lain tidak datang, maka mereka mensiasatinya dengan membuat galian, lalu meletakkan jaring padanya. Ketika tiba hari Sabtu dan ikan-ikan terjaring ke dalamnya, mereka tidak mengambilnya pada hari itu, pada hari Ahadlah mereka mengambilnya sebagai helat mereka (sikap cari celah dan kesempatan). Kemudian perbuatan itu banyak dilakukan pula oleh yang lain sehingga keadaan mereka terbagi menjadi tiga golongan; (1) golongan yang ikut membuat galian dan meletakkan jaring, (2) golongan yang melarang, dan (3) golongan yang tidak menjaring dan tidak melarang (atau merasa cukup dengan nahi mungkar oleh selain mereka). Golongan yang ketiga inilah yang berkata kepada golongan kedua yang melakukan nahi mungkar (lihat ayat selanjutnya).
[36] Yakni yang tidak melakukan penjaringan ikan dan tidak melarang.
[37] Kepada mereka yang melarang.
[38] Alasan mereka adalah bahwa mereka telah melaksanakan perintah Allah untuk memberi peringatan dan agar mereka tidak digolongkan sebagai orang yang membiarkan kemungkaran.
[39] Inilah tujuan utama melakukan nahi mungkar, sebagai alasan kepada Allah, menegakan hujjah, dan boleh jadi Allah memberinya petunjuk.
[40] Inilah Sunatullah, yakni bahwa hukuman ketika turun, yang selamat biasanya orang-orang yang melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Namun apakah golongan yang tidak melakukan penjaringan ikan tetapi tidak mengingkari ikut selamat? Para mufassir berbeda pendapat, zhahirnya bahwa mereka ikut selamat, karena Allah mengkhususkan hukuman itu kepada orang-orang yang zalim, sedangkan Allah tidak menyebut golongan yang ketiga sebagai zalim, oleh karenanya hukuman itu khusus menimpa orang-orang yang melanggar aturan pada hari Sabat, di samping itu amar ma’ruf dan nahi mungkar hukumnya fardhu kifayah, jika suda ada yang melakukannya maka bagi yang lain menjadi gugur, oleh karenanya mereka mencukupkan diri dengan pengingkaran oleh yang lain. Demikian juga mereka mengingkari dengan hatinya berdasarkan kata-kata, “Mengapa kamu menasehati kaum yang akan dibinasakan atau diazab Allah dengan azab yang sangat keras?” di mana mereka juga membenci perbuatan itu dan menampakkan marahnya dengan kata-kata itu
[41] Hati mereka menjadi keras.
[42] Jumhur (mayoritas) mufassir menerangkan bahwa mereka benar-benar berubah menjadi kera, hanya saja mereka tidak beranak, tidak makan dan minum, dan tidak hidup lebih dari tiga hari.
Tags: Tafsir Lengkap Al Quran Online Indonesia, Surat Al A'raaf, Terjemahan Dan Arti Ayat Al Quran Digital, Penjelasan dan Keterangan, Kandungan, Asbabun Nuzul, Download Tafsir Al Quran, Footnote atau catatan kaki.
0 komentar
Posting Komentar