Tafsir Al Qur'an Surah Al A’raaf Ayat yang ke: 189, 190, 191, 192, 193, 194, 195, 196, 197, 198, 199, 200, 201, 202, 203, 204, 205, dan 206
Ayat berikut ini menjelaskan tentang asal kejadian Bani Adam, menciptakan berpasangan, perintah untuk bertawakkal kepada Allah dan larangan meminta pertolongan kepada selain-Nya. Lalu menerangkan tentang akhlak mulia yang mesti dilakukan terhadap orang lain, pentingnya mendengarkan [dengan menghadirkan hati dan mentadabburi] dan diam [tidak mengobrol atau menyibukkan diri] ketika diperdengarkan Al Qur'an, tidak menjadi orang yang lalai dalam mengingat-Nya/ dzikrullah, dll.
Baca juga: Tafsir Al A'raaf Ayat 179-188
Ayat 189-195: Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengingatkan manusia kepada asal usul kejadiannya, Dia menciptakan manusia dari laki-laki dan wanita, tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak, dan menerangkan bahwa beribadah kepada selain Allah adalah batil
189. Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan daripadanya Dia menciptakan pasangannya[1], agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, (isterinya) mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian ketika dia merasa berat, keduanya (suami-istri) bermohon kepada Allah, Tuhan mereka (seraya berkata), “Jika Engkau memberi kami anak yang sempurna fisiknya (tidak cacat), tentulah kami akan selalu bersyukur.”
190. Maka setelah Dia (Allah) memberi keduanya seorang anak yang sempurna fisiknya. Mereka[2] menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan-Nya itu. Maka Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan.
191. Mengapa mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhada-berhala yang tidak dapat menciptakan sesuatu apa pun? Padahal berhala itu sendiri diciptakan.
192. Dan berhala itu tidak dapat memberikan pertolongan kepada penyembahnya, dan kepada dirinya sendiri pun mereka tidak dapat memberi pertolongan[3].
193. Dan jika kamu (wahai orang-orang musyrik) menyerunya (berhala-berhala) untuk memberi petunjuk kepadamu, berhala-berhala itu tidak dapat memperkenankan seruanmu; sama saja (hasilnya) buat kamu menyeru mereka atau berdiam diri[4].
194. Sesungguhnya mereka (berhala-berhala) yang kamu seru selain Allah adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka serulah mereka lalu biarkanlah mereka memperkenankan permintaanmu, jika kamu orang yang benar[5].
195.[6] Apakah mereka (berhala-berhala) mempunyai kaki untuk berjalan, atau mempunyai tangan untuk memegang dengan keras, atau mempunyai mata untuk melihat, atau mempunyai telinga untuk mendengar? Katakanlah (Muhammad), “Panggillah (berhala-berhalamu) yang kamu anggap sekutu Allah[7], kemudian lakukanlah tipu daya (untuk mencelakakan)ku, dan jangan kamu tunda lagi.”
Ayat 196-198: Bertawakkal kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan tidak meminta pertolongan kepada selain-Nya
196. Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan kitab (Al Qur’an)[8]. Dia melindungi[9] orang-orang saleh[10].
197.[11] Dan berhala-berhala yang kamu seru selain Allah tidaklah sanggup menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri[12];
198. Dan jika kamu menyeru mereka (berhala-berhala) untuk memberi petunjuk, mereka tidak dapat mendengarnya. Kamu melihat mereka (berhala-berhala) memandangmu padahal mereka tidak melihat.
Ayat 199-203: Dasar-dasar akhlak mulia, kelapangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akhlaknya yang mulia, dan baiknya Beliau dalam bergaul dengan manusia, serta perintah meminta perlindungan kepada Allah dari was-was setan dan tipu dayanya
199.[13] Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh[14].
200. Dan jika setan datang menggodamu[15], maka berlindunglah kepada Allah[16]. Sungguh, Dia Maha Mendengar[17] lagi Maha Mengetahui[18].
201.[19] Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka ditimpa was-was (dibayang-bayangi pikiran jahat) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Allah[20], maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya).
202. Dan teman-teman mereka (orang kafir dan fasik) membantu setan-setan dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan)[21].
203. Dan apabila engkau (Muhammad) tidak membawa suatu ayat kepada mereka[22], mereka berkata, “Mengapa tidak engkau buat sendiri ayat itu?” Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan Tuhanku kepadaku[23]. (Al Quran) ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu[24], petunjuk dan rahmat[25] bagi orang-orang yang beriman.”
Ayat 204-206: Pentingnya diam memperhatikan dan menyimak Al Qur’an, tidak gaduh dan lalai ketika Al Qur’an dibacakan dan perintah merutinkan dzikrullah
204. Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah[26] dan diamlah[27], agar kamu mendapat rahmat[28].
205. Dan sebutlah[29] (nama) Tuhannmu dalam dirimu[30] dengan rendah hati dan rasa takut[31], dan dengan tidak mengeraskan suara[32], pada waktu pagi dan petang[33], dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai[34].
206.[35] Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu[36] tidak merasa enggan untuk menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya[37] dan hanya kepada-Nya- mereka bersujud[38].
[1] Yaitu Hawa’.
[2] Maksudnya orang-orang musyrik itu menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang dianugerahkan-Nya itu. Mereka memandang anak mereka sebagai hamba bagi berhala yang mereka sembah. Oleh karena itulah mereka menamakan anak-anak mereka dengan Abdul Uzza, Abdu Manaah, Abdu Syam, ‘Abdul Harits dan sebagainya. Padahal seharusnya mereka bersyukur kepada Allah yang telah menganugerahkan kepada mereka anak yang sempurna fisiknya, namun ternyata mereka malah berbuat syirk, baik syirk dalam beribadah maupun dengan menamai anaknya dengan nama yang menghambakan kepada selain Allah Subhaanahu wa Ta’aala.
[3] Ketika ada yang hendak menghancurkannya.
[4] Ia tidak dapat memperkenankan seruanmu karena tidak dapat mendengar.
[5] Jika mereka tidak dapat memperkenankan seruanmu, berarti kamu orang-orang yang berdusta. Kemudian atas dasar apa kamu menyembah mereka?
[6] Dalam ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta’aala menerangkan kelemahan berhala-berhala itu dan bahwa penyembahnya ternyata lebih unggul dibanding berhala itu. Dan merupakan sebuah kebodohan jika yang kuat menyembah yang lemah.
[7] Yakni kumpulkanlah mereka bersama kamu untuk menimpakan bahaya kepadaku.
[8] Yang didalamnya terdapat petunjuk, penawar dan cahaya, di mana penurunan kitab itu salah satu bentuk tarbiyah(pendidikan)-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang terkait dengan agama.
[9] Contoh perlindungan-Nya kepada orang saleh adalah membantu mereka kepada sesuatu yang di sana terdapat kebaikan dan maslahat baik bagi agama maupun dunia mereka dan menghindarkan segala sesuatu yang tidak disukai mereka.
[10] Orang saleh adalah orang yang saleh atau baik niatnya, ucapannya dan perbuatannya.
[11] Ayat ini juga sama menerangkan ketidakberhakannya berhala-berhala itu disembah karena mereka tidak memiliki kemampuan membela diri ketika ada yang menyerangnya, apalagi sampai menolong penyembahnya.
[12] Oleh karena itu, mengapa apa aku harus takut kepadanya?!
[13] Ayat ini mencakup akhlak mulia yang patut dilakukan terhadap orang lain dan bagaimana bergaul dengan mereka. Akhlah tersebut adalah:
Pertama, ‘afwu, yakni bersikap samahah (toleransi) atau memaafkan kesalahan orang lain dan tidak membesar-besarkannya, berterima kasih terhadap perkataan dan perbuatan baik orang lain, memaafkan kekurangan mereka dan menundukkan pandangannya dari melihat kekurangannya, tidak bersikap sombong terhadap anak kecil karena usianya, tidak bersikap sombong kepada orang yang kurang akal karena kelemahannya, demikian pula tidak bersikap sombong kepada orang miskin karena kefakirannya, bahkan ia bergaul dengan mereka menggunakan kelembutan dan dengan sikap yang sesuai keadaan dan sesuai hal yang menyenangkan hati mereka.
Kedua, menyuruh orang lain mengerjakan yang ma’ruf baik dengan menyampaikan ilmu atau mendorong mengerjakan kebaikan, seperti mendirikan shalat, silaturrahim, berbakti kepada orang tua, mendamaikan manusia, atau memberi nasehat yang bermanfaat, tolong-menolong di atas kebaikan dan ketakwaan, melarang perbuatan buruk, memberikan pengarahan terhadap hal yang dapat menghasilkan maslahat agama maupun dunia.
Oleh karena mengarahkan kepada kebaikan terkadang mendatangkan gangguan dari orang-orang yang jahil (bodoh), maka Allah Ta’ala memerintahkan melakukan yang ketiga, yaitu:
Ketiga, menghadapi orang yang jahil dengan berpaling darinya dan tidak menghadapinya dengan kebodohannya. Siapa saja yang menyakitimu dengan perkataan atau perbuatannya, maka jangan balas menyakitinya. Siapa saja yang tidak memberimu, maka berilah dia, siapa saja yang memutuskan hubungan denganmu, maka sambunglah, dan siapa saja yang menzalimimu, maka berbuat adillah padanya.
Inilah tiga sikap yang perlu dilakukan dalam bermu’amalah dengan manusia, adapun sikap yang perlu dilakukan dalam bermu’amalah dengan setan dari kalangan jin dan manusia, maka dijelaskan dalam ayat selanjutnya (lihat ayat 200).
[14] Yakni sebagaimana dalam pribahasa Indonesia, “Biarkan anjing menggonggong, kafilah berlalu.” Akan tetapi kata-kata yang digunakan dalam pribahasa ini kurang baik, yang baik adalah apa yang disebutkan dalam Al Qur’an di atas.
[15] Ingin memalingkan kamu dari ketaatan kepada-Nya atau melemahkan kamu mengerjakan kebaikan atau mendorong kamu mengerjakan keburukan.
[16] Maksudnya membaca A’udzubillahi minasy-syaithaanir-rajiim, niscaya Allah akan menyingkirkan godaan itu.
[17] Semua perkataanmu.
[18] Niat dan perbuatanmu.
[19] Oleh karena seorang hamba terkadang lalai dan terkena godaan setan, yang memang senantiasa mencari kesempatan untuk menggelincirkannya, maka Allah Ta’ala menerangkan ciri orang yang bertakwa dan ciri orang yang tersesat. Orang yang bertakwa ketika merasakan dosa dan tergoda oleh setan sehingga mengerjakan perkara yang haram atau meninggalkan kewajiban, maka ia segera ingat dan menyadari kesalahannya serta meminta ampunan kepada Allah, mengejar kelalaiannya dengan tobat nashuha dan mengiringinya dengan amal saleh, sehinga ia membuat setan rugi dan kecewa. Berbeda dengan kawan-kawan setan (orang-orang sesat), apabila mereka terjatuh ke dalam perbuatan dosa, maka setan-setan menambah lagi mereka berdosa dan tidak henti-hentinya menambahkan dosa dan menyesatkan.
[20] Ingat siksa dan pahala Allah.
[21] Mereka tidak menyadari kesalahannya sebagaimana orang-orang yang bertakwa menyadarinya.
[22] Yang mereka usulkan.
[23] Aku tidak mendatangkannya dari diriku sendiri.
[24] Yakni jika kamu menginginkan ayat yang tidak akan habis meskipun waktu berlalu dan hujah yang tidak batal meskipun hari terus berganti, maka Al Qur’an inilah ayat tersebut yang menjelaskan tuntutan ilahi dan kebutuhan manusia. Barang siapa yang memikirkan dan merenunginya, maka ia akan mengetahui bahwa Al Qur’an turun dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji, yang tidak dimasuki kebatilan dari depan maupun dari belakang dan sebagai penegak hujjah bagi orang yang telah sampai kepadanya.
[25] Agar tidak celaka dan sengsara.
[26] Dengan menghadirkan hati dan mentadabburi apa yang didengarnya.
[27] Dengan tidak melakukan obrolan atau kesibukan lainnya yang memalingkan dari mendengarnya. Maksud ayat ini adalah jika dibacakan Al Quran kita wajib mendengar dan memperhatikan sambil berdiam diri, baik dalam shalat maupun di luar shalat, kecuali dalam shalat berjamaah, maka makmum boleh membaca Al Faatihah sendiri, namun ulama lain berpendapat bahwa ia cukup mendengarkan bacaan imam saja. Ada pula ulama yang berpendapat, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan tidak bolehnya berbicara sewaktu khatib berkhutbah, digunakan kata-kata Al Qur’an adalah karena kandungan khutbah isinya ayat-ayat Al Qur’an, ada pula yang berpendapat bahwa perintah untuk mendengarkan dan diam ketika dibacakan Al Qur’an secara mutlak.
[28] Seperti mendapatkan kebaikan dan ilmu yang banyak, keimanan yang tetap dan menjadi baru, bertambah petunjuk, dan memperoleh bashirah (ketajaman pandangan) dalam agamanya. Oleh karena itu, orang yang tidak mendengar dan diam ketika Al Qur’an dibacakan, maka ia terhalang mendapatkan bagian dari rahmat dan kebaikan yang banyak.
[29] Dzikr atau mengingat Allah bisa dengan hati dan dengan lisan, atau dengan kedua-duanya, dan inilah yang terbaik.
[30] Yakni secara secara ikhlas dan tersembunyi.
[31] Takut ika amalmu tidak diterima, yang tandanya adalah dengan berusaha menyempurnakan amal dan memperbakinya serta serius melakukannya.
[32] Yakni di atas sir (pelan) dan di bawah jahr (keras) atau pertengahan antara keduanya.
[33] Kedua waktu ini memiliki keistimewaan dan kelebihan untuk dzikrullah.
[34] Dari mengingat Allah Ta’ala, yaitu mereka yang melupakan Allah, sehingga Allah melupakan mereka dengan membiarkan mereka ketika mereka membutuhkan pertolongan-Nya. Mereka sesungguhnya telah berpaling dari kebahagiaan dan keberuntungan dan beralih kepada kebinasaan dan kerugian karena menyibukkan diri dengan selainnya. Ayat di atas menerangkan adab yang patut diperhatikan hamba, yaitu banyak berdzikr di malam dan siang hari, khususnya di pagi dan sore hari dengan ikhlas, khusyu’, rendah hati, rendah diri, tenang, hatinya memperhatikan apa yang diucapkan lisannya, menghadirkan hatinya dan tidak lalai, karena Allah tidak mengabulkan doa dari hati orang yang lalai lagi lengah.
[35] Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa Dia memiliki hamba-hamba yang senantiasa beribadah dan taat kepada-Nya. Mereka itu adalah para malaikat, makhluk yang lebih perkasa dari kita, agar kita mengetahui bahwa Dia (Allah) ingin memberikan manfaat bagi kita, memberikan laba dan keuntungan yang berlipat ganda.
[36] Seperti malaikat yang didekatkan dengan Allah, malaikat pemikul ‘Arsy, dsb.
[37] Dari segala sifat yang tidak layak bagi-Nya di malam dan siang hari tidak bosan-bosannya.
[38] Oleh karena itu, jadilah kamu seperti mereka dengan banyak beribadah kepada-Nya dan banyak berdzikr. Ayat ini adalah salah satu ayat sajdah yang disunatkan kita bersujud setelah membacanya atau mendengarnya, baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Sujud ini dinamakan sujud tilawah.
Selesai tafsir Surah Al A’raaf dengan pertolongan Allah dan taufik-Nya, dan segala puji bagi Allah di awal dan akhirnya.
Tags: Tafsir Lengkap Al Quran Online Indonesia, Surat Al A'raaf, Terjemahan Dan Arti Ayat Al Quran Digital, Penjelasan dan Keterangan, Kandungan, Asbabun Nuzul, Download Tafsir Al Quran, Footnote atau catatan kaki.
0 komentar
Posting Komentar