Tafsir Al Qur'an Surat Al Anbiya Ayat yang ke: 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, dan 86.
Ayat dibawah ini menceritakan tentang kisah Nabi Luth yang diselamatkan oleh Allah dari azab yang menimpa kaumnya karena berbuat homoseksual, menyamun atau merampok secara terang-terangan. Kisah tentang Nabi Nuh dan penenggelaman kaumnya, namun beliau bersama dengan pengikutnya diselamatkan dalam kapal besar. Kisah Nabi Dawud yang mempunyai suara bagus dan pandai membuat baju besi. Kisah Nabi Sulaiman dengan jin-jin ifrit dan segolongan setan yang telah ditundukkan oleh Allah kepadanya. Kisah Nabi Ayyub yang sangat sabar dengan penyakitnya (semacam bisul menjijikkan). Penjelasan tentang arti kata Dzulkifli, 3 macam sabar.
Baca juga: Tafsir Surat Al Anbiya Ayat 62-73
Ayat 74-75: Kisah Nabi Luth ‘alaihis salam bersama kaumnya.
74. [1]Dan kepada Luth, Kami berikan hikmah[2] dan ilmu, dan Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang melakukan perbuatan keji[3]. Sungguh, mereka orang-orang yang jahat lagi fasik,
75. Dan Kami masukkan dia ke dalam rahmat kami[4]; sesungguhnya dia termasuk golongan orang yang saleh.
Ayat 76-77: Kisah Nabi Nuh ‘alaihis salam bersama kaumnya.
76. Dan (ingatlah kisah) Nuh[5], sebelum itu[6] ketika dia berdoa[7]. Kami perkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia bersama pengikutnya[8] dari bencana yang besar[9].
77. Dan Kami menolongnya dari orang-orang yang telah mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang jahat, maka Kami tenggelamkan mereka semuanya.
Ayat 78-82: Kisah Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman ‘alaihimas salam.
78. Dan (ingatlah kisah) Dawud dan Sulaiman, ketika keduanya memberikan keputusan mengenai ladang, karena ladang itu dirusak oleh kambing-kambing milik kaumnya. Dan Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu,
79. Maka Kami memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat)[10]; dan kepada masing-masing Kami berikan hikmah[11] dan ilmu[12] dan Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Dawud[13]. Dan Kamilah yang melakukannya[14].
80. Dan Kami ajarkan (pula) kepada Dawud cara membuat baju besi untukmu[15], guna melindungi kamu dalam peperanganmu. Apakah kamu[16] bersyukur (kepada Allah)[17]?
81. Dan (Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan perintahnya[18] ke negeri yang Kami beri berkah padanya[19]. Dan Kami Maha Mengetahui segala sesuatu[20].
82. [21]Dan (Kami telah tundukkan pula kepada Sulaiman) segolongan setan-setan yang menyelam (ke dalam laut) untuknya dan mereka mengerjakan pekerjaan selain itu[22]; dan Kami yang memelihara mereka itu[23],
Ayat 83-86: Ujian Nabi Ayyub ‘alaihis salam dan isyarat kepada nabi-nabi yang lain.
83. Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya[24], “(Ya Tuhanku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang[25].”
84. Maka Kami kabulkan (doa)nya, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya[26], dan (Kami lipat gandakan jumlah mereka) sebagai suatu rahmat dari Kami[27] dan untuk menjadi peringatan[28] bagi semua yang menyembah Kami[29].
85. Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli[30]. Mereka semua termasuk orang-orang yang sabar[31].
86. Dan Kami memasukkan mereka ke dalam rahmat kami[32]. Sungguh, mereka termasuk orang-orang yang saleh.
[1] Syaikh As Sa’diy berkata, “Ayat ini merupakan pujian Allah Subhaanahu wa Ta’aala terhadap Rasul-Nya Luth ‘alaihis salam dengan diberikan ilmu syar’i, memutuskan masalah yang terjadi di tengah-tengah manusia dengan tepat dan benar, dan bahwa Allah mengutusnya kepada kaumnya mengajak mereka beribadah kepada Allah dan melarang mereka berbuat keji. Beliau tinggal di tengah-tengah kaumnya berdakwah kepada mereka, namun kaumnya tidak mau memenuhi panggilannya, maka Allah membalikkan negeri mereka dan mengazab mereka sampai yang terakhirnya karena mereka adalah orang-orang yang jahat lagi fasik, mereka mendustakan orang yang mengajak mereka, mengancam untuk mengusirnya, dan kemudian Allah menyelamatkan Luth beserta keluarganya, Dia memerintahkan Luth untuk membawa pergi keluarganya di malam hari agar mereka menjauhi negeri itu, maka mereka pun pergi di malam hari dan selamat karena karunia Allah dan nikmat-Nya kepada mereka.”
[2] Yakni kebijaksanaan dalam memutuskan perkara antara orang-orang yang berselisih.
[3] Maksudnya, homoseksual, menyamun (mengadakan perampokan) serta mengerjakan perbuatan tersebut dengan terang-terangan.
[4] Di mana orang yang masuk ke dalam rahmat-Nya akan berada dalam keamanan dari semua yang dikhawatirkan, memperoleh semua kebaikan, kebahagiaan, kebajikan, kesenangan dan pujian. Hal itu, karena dia termasuk orang-orang yang saleh, orang-orang yang baik amalnya dan bersih keadaannya. Kesalehan merupakan sebab seorang hamba masuk ke dalam rahmat Allah, sebagaimana kebalikannya (tidak saleh atau fasik) adalah sebab terhalangnya dari rahmat dan kebaikan, dan manusia yang paling saleh adalah para nabi ‘alaihimush shalaatu was salam.
[5] Yakni ingatlah tentang Nuh dan keadaannya yang sungguh terpuji.
[6] Yakni Sebelum Ibrahim dan Luth.
[7] Setelah Beliau berdakwah di tengah-tengah mereka mengajak beribadah kepada Allah dan melarang berbuat syirk selama 950 tahun. Beliau berdakwah secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, di malam dan siang hari. Namun ketika Beliau melihat bahwa nasehat dan peringatan tidak bermanfaat bagi mereka, maka Beliau mendoakan kebinasaan kaumnya (lihat surat Nuh: 26-27), maka Allah mengabulkan doa Beliau, Allah menyelamatkan Beliau dan para pengikutnya dalam kapal, dan menjadikan keturunan merekalah yang tetap hidup.
[8] Dalam perahu besar yang dibuat Nuh ‘alaihis salam.
[9] Yaitu penenggelaman kaumnya.
[10] Menurut riwayat Ibnu Abbas bahwa sekelompok kambing telah merusak tanaman di waktu malam. Maka yang punya tanaman mengadukan hal ini kepada Nabi Dawud ‘alaihis salam. Nabi Dawud kemudian memutuskan bahwa kambing-kambing itu harus diserahkan kepada yang punya tanaman sebagai ganti tanam-tanaman yang rusak. Tetapi Nabi Sulaiman ‘alaihis salam memutuskan agar kambing-kambing itu diserahkan sementara kepada yang punya tanaman untuk diambil manfaatnya. Sedangkan orang yang punya kambing diharuskan mengganti tanaman itu dengan tanam-tanaman yang baru. Apabila tanaman yang baru telah dapat diambil hasilnya atau seperti keadaan sebelumnya, mereka yang mempunyai kambing itu boleh mengambil kambingnya kembali. Keputusan Nabi Sulaiman ‘alaihis salam ini adalah keputusan yang tepat. Kalimat, “Maka Kami memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum yang tepat,” tidaklah menunjukkan bahwa Nabi Dawud tidak diberikan kepahaman pada selain masalah ini. Oleh karena itulah, Allah Subhaanahu wa Ta’aala dalam lanjutan ayat-Nya berfirman, “dan kepada masing-masing Kami berikan hikmah dan ilmu”. Ayat di atas juga menjelaskan, bahwa hakim terkadang benar dan terkadang salah, dan ia tidaklah tercela apabila salah setelah mengeluarkan kesungguhannya dalam berijtihad.
[11] Yakni kenabian.
[12] Tentang masalah-masalah agama.
[13] Dawud adalah di antara manusia yang paling banyak beribadah kepada Allah, paling banyak dzikrnya, tasbih dan tahmidnya, bahkan Allah memberikan suara yang bagus kepadanya, sehingga ketika Beliau bertasbih dan memuji Allah, maka gunung-gunung dan burung-burung ikut menjawab. Hal ini merupakan karunia Allah dan ihsan-Nya kepadanya, oleh karena itu, Dia mengatakan, “Dan Kamilah yang melakukannya.”
[14] Maksudnya, yang menundukkan keduanya untuk bertasbih bersama Dawud meskipun menurut kamu sebagai sesuatu yang aneh.
[15] Nabi Dawud ‘alaihis salam adalah orang pertama yang membuat baju besi dan mengajarkannya, di mana sebelumnya hanya sebagai lempengan-lempengan. Pengajaran Allah kepada Dawud tentang cara membuat baju besi dan pelunakannya menurut para mufassir adalah perkara yang berada di luar kebiasaan manusia karena sebagaimana dikatakan mereka, Allah melunakkan besi untuknya, sehingga Beliau mengolahnya seperti tepung dan tanah tanpa perlu dileburkan ke dalam api. Alasan mereka adalah firman Allah Ta’ala, :Wa alannaa lahul hadiid” (Dan Kami lunakkan besi untuknya), namun menurut Syaikh As Sa’diy, bahwa pelunakkan di sini tidak berarti tanpa sebab. Oleh karena itu, menurutnya, bahwa Allah mengajarkan kepada Dawud secara adat kebiasaan, yakni dengan mengajarkan sebab-sebab yang dapat meleburkannya, wallahu a’lam.
[16] Wahai penduduk Mekah.
[17] Yakni dengan membenarkan rasul-Ku.
[18] Maksudnya, bahwa angin dapat diarahkan sesuai perintahnya. Dalam ayat lain, Allah berfirman, “Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula)…dst.” (Terj. Saba’: 12) Maksudnya adalah apabila Sulaiman mengadakan perjalanan dari pagi sampai tengah hari, maka jarak yang ditempuhnya sama dengan jarak perjalanan unta yang cepat dalam sebulan. Begitu pula apabila ia mengadakan perjalanan dari tengah hari sampai sore, maka kecepatannya sama dengan perjalanan sebulan.
[19] Yakni Syam, di mana di sanalah tempat Beliau menetap
[20] Di antaranya adalah, Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengetahui bahwa pemberiannya kepada Sulaiman membuatnya semakin tunduk kepada Allah, maka Allah melakukannya sesuai ilmu-Nya.
[21] Hal ini termasuk keistimewaan Nabi Sulamian ‘alaihis salam, di mana Allah menundukkan setan-setan dan jin-jin ifrit serta memberikan kekuasaan kepadanya terhadap jin-jin itu. Oleh karena itu, mereka bekerja untuk Beliau, di antara mereka ada yang menyelam ke laut mengeluarkan perhiasan untuknya, ada pula yang membuatkan gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bahkan di antara mereka ada yang ditugaskan membangun Baitulmaqdis. Ketika Nabi Sulaiman wafat, mereka masih tetap bekerja untuk Sulaiman selama setahun, karena ketidaktahuan mereka bahwa Sulaiman telah wafat. Allah Subhaanahu wa Ta’aala menetapkan wafatnya Sulaiman, sedangkan ketika itu Beliau berpegangan dengan tongkatnya. Ketika itu, setan-setan yang melewati Beliau menyangka bahwa Beliau masih hidup karena terlihat bersandar di atas tongkat, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Setelah Beliau telah tersungkur. Ketika itu tahulah jin bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang gaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan (lihat surah Saba’: 14). Yang demikian, karena sebelumnya mereka (para setan) menipu manusia, bahwa mereka mengetahui yang gaib, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala tunjukkan ketidaktahuan mereka terhadap yang gaib, di mana sekiranya mereka mengetahui yang gaib tentulah mereka akan berhenti bekerja (lihat surah Saba’: 14).
[22] Seperti membuat bangunan, dan lain-lain.
[23] Sehingga setan-setan itu tidak mampu menimpakan keburukan kepada Sulaiman ‘alaihis salam. Ada pula yang berpendapat, bahwa Allah menjaga mereka (setan-setan) sehingga mereka tidak merusak pekerjaan yang telah mereka selesaikan, karena biasanya mereka setelah mengerjakan sesuatu merusak kembali sebelum malam tiba jika tidak diberikan kesibukan yang lain. Ada pula yang menafsirkan, bahwa mereka tidak sanggup menolak dan melanggar perintah Sulaiman, bahkan Allah menjaga mereka untuk Sulaiman dengan kekuatan-Nya, keperkasaan-Nya dan kekuasaan-Nya.
[24] Allah Subhaanahu wa Ta’aala menguji Ayyub dan memberikan kekuasaan kepada setan terhadap jasadnya sebagai cobaan baginya, setan kemudian meniup ke dalam jasad, maka keluarlah bisul yang buruk dan menjijikan, dan Beliau menderita penyakit itu dalam waktu yang sangat lama, (ada yang mengatakan, selama 18 tahun Beliau menderita penyakit itu). Lebih dari itu anak-anaknya wafat, hartanya binasa dan manusia menjauhinya selain istrinya, maka Allah mendapatkannya dalam keadaan sabar dan ridha terhadap musibah itu, dan setelah sekian lama, ia pun berdoa seperti yang disebutkan dalam ayat di atas.
[25] Beliau bertawassul kepada Allah dengan keadaannya yang begitu parah dan dengan rahmat Allah yang luas lagi merata, maka Allah mengabulkan doanya dan berfirman kepadanya, “Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (Terj. Shaad: 42) Maka Beliau menghantamkan kakinya ke bumi, kemudian keluarlah mata air yang sejuk, lalu Ayyub mandi dan minum daripadanya, kemudian Allah menghilangkan derita yang menimpanya.
[26] Menurut Ibnu Abbas adalah dengan dihidupkan kembali dan dikembalikan hartanya kepadanya. Menurut Wahab bin Munabbih, “Allah mewahyukan kepada Ayyub (yang isinya), “Aku telah mengembalikan keluarga dan hartamu kepadamu dan melipatgandakan jumlahnya, maka mandilah dengan air ini, karena di sana terdapat penyembuh bagimu, berkurbanlah untuk sahabat-sahabatmu dan mintakanlah ampunan untuk mereka, karena mereka telah bermaksiat kepada-Ku dalam masalah kamu.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Menurut Mujahid, “Dikatakan kepada Ayyub, “Wahai Ayyub, sesungguhnya keluargamu di surga. Jika engkau mau, kami dapat mendatangkan mereka kepadamu, dan jika engkau mau, kami biarkan mereka di surga dan kami menggantikan untukmu yang serupa dengan mereka.” Ayyub menjawab, “Tidak (perlu engkau bawa kepadaku), aku biarkan mereka di surga.” Maka keluarganya yang dahulu dibiarkan di surga, dan digantikan untuknya yang serupa dengan mereka di dunia.”
[27] Yakni karena dia bersabar dan ridha, maka Allah membalasnya dengan pahala yang disegerakan sebelum pahala akhirat.
[28] Yakni pelajaran dan teladan.
[29] Agar mereka tetap bersabar sehingga memperoleh pahala.
[30] Dinamakan Dzulkifli (yang siap menanggung), karena kesiapannya berpuasa di siang hari dan melakukan qiyamullail di malamnya, serta siap memutuskan perkara di tengah-tengah manusia serta tidak marah, maka Beliau mampu melaksanakan semua itu. Ada yang berpendapat, bahwa ia bukanlah seorang nabi, tetapi sebagai laki-laki yang salih, raja dan hakim yang adil, wallahu a’lam.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalan Dawud bin Abi Hind, dari Mujahid, bahwa ia berkata: Ketika usia Ilyasa’ sudah tua, ia berkata, “Wahai, sekiranya aku mengangkat seseorang untuk memimpin manusia di masa hidupku agar aku melihat tindakannya?” Maka ia mengumpulkan orang-orang dan berkata, “Siapakah yang siap menerima tiga tugas dariku, maka aku akan mengangkatnya sebagai pemimpin; berpuasa di siang hari, shalat di malam hari dan tidak marah.” Lalu ada seorang yang berdiri yang dipandang hina oleh mata manusia dan berkata, “Saya.” Beliau bertanya, “Apakah kamu (siap) berpuasa di siang hari, melakukan shalat di malam hari dan tidak marah.” Ia menjawab, “Ya.” Maka Beliau menyuruh orang-orang kembali pada hari itu, dan pada hari selanjutnya, Beliau berkata lagi seperti itu, lalu orang-orang terdiam, dan orang (yang kemarin siap) itu berdiri dan berkata, “Saya.” Maka Beliau mengangkatnya sebagai pemimpin. Kemudian Iblis berkata kepada para setan, “Kalian harus lakukan sesuatu (untuk menggoda) si fulan.” Namun ternyata orang itu membuat mereka (para setan) putus asa menghadapinya, maka Iblis berkata, “Sudah, biarkanlah aku yang menghadapinya.” Maka Iblis datang dalam bentuk orang yang sudah tua lagi miskin, dan ia datang kepadanya ketika orang ini (Dzulkifli) mendatangi tempat tidurnya untuk istirahat di siang hari, padahal ia tidak tidur di malam dan siang hari selain tidur pada waktu itu. Lalu Iblis mengetuk pintu, kemudian orang itu berkata, “Siapakah ini?” Iblis menjawab, “Orang tua yang terzalimi.” Maka orang itu bangun dan membukan pintu, lalu Iblis (dalam bentuk manusia yang sudah tua) mengisahkan masalahnya dan berkata, “Sesungguhnya antara aku dengan kaumku ada masalah. Mereka menzalimiku dan melakukan ini dan itu terhadapku.” Sehingga ia (Iblis) berbicara lama dengannya sampai tiba waktu sore dan waktu istirahat di siang hari telah habis. Ia berkata, “Jika sudah tiba waktu sore, maka aku akan memberikan hakmu.” Maka ia (Dzulkifli) pun pergi di waktu sore, dan duduk di majlisnya sambil memperhatikan apakah ia melihat orang tua yang tadi, namun ternyata tidak dilihatnya. Besoknya, ia melakukan hal yang sama, yaitu memberikan keputusan di antara manusia dan menunggu kedatangan orang tua itu, namun ternyata tidak juga dilihatnya. Saat ia hendak pergi ke tempat tidurnya untuk istirahat di siang hari, maka orang itu itu datang dan mengetuk pintu, dan berkata, “Siapakah ini?” Iblis menjawab, “Orang yang tua yang terzalimi.” Lalu ia (Dzulkifli) membuka pintunya dan berkata, “Bukankah aku sudah mengatakan kepadamu: “Apabila aku sedang duduk (memberikan keputusan), maka datanglah kepadaku?” Iblis (dalam bentuk manusia) berkata, “Sesungguhnya mereka adalah kaum yang paling buruk jika mereka tahu engkau sedang duduk (memberikan keputusan). Mereka nanti akan berkata, “Ya, kami akan berikan hakmu, namun ketika engkau pergi, maka mereka akan mengingkarinya.” Ia berkata, “Pergilah, apabila tiba sore hari, maka datanglah kepadaku.” Maka orang ini (Dzulkifli) kehilangan waktu istirahatnya di siang hari, ia pun datang di sore hari, namun tidak juga melihat orang tua itu dan ia sangat ngantuk sekali, sehingga ia berkata kepada sebagian keluarganya, “Jangan biarkan seseorang mendekati pintu ini sampai aku tidur. Sesungguhnya rasa ingin tidur mendorongku (untuk istirahat).” Maka pada saat itu, Iblis datang, lalu ada (anggota keluarganya) yang berkata, “Tetaplah di belakang, tetaplah di belakang.” Maka Iblis menjawab, “Aku telah datang kepadanya kemarin dan telah menyebutkan masalahku kepadanya.” Maka ia (anggota keluarganya) berkata, “Tidak boleh (masuk). Demi Allah, ia telah menyuruh kami untuk tidak membiarkan seorang pun mendekatinya.” Ketika ia (anggota keluarganya) membuat Iblis putus asa, maka Iblis melihat ke lubang dinding di rumah lalu ia naik darinya dan ternyata ia sudah berada di dalam rumah itu dan mengetuk pintu dari dalam, maka bangunlah orang ini dan berkata, “Wahai fulan, bukankah aku telah menyuruhmu (untuk tidak datang sekarang)?” Iblis menjawab, “Adapun dari pihakku, demi Allah, maka kamu tidak didatangi, maka lihatlah dari mana aku datang?” Maka ia bangun menuju pintu, namun ternyata dalam keadaan terkunci seperti sebelumnya, tetapi orang tua ini anehnya berada dalam rumah, maka ia (Dzulkifli) langsung mengenalinya dan berkata, “Apakah (kamu) musuh Allah?” Iblis menjawab, “Ya. Engkau telah membuatku putus asa dalam segala sesuatu, maka aku lakukan perbuatan yang engkau saksikan untuk membuatmu marah.”
Maka dari sini orang ini dinamai Allah dengan Dzulkifli, karena ia siap menanggung sesuau dan memenuhinya.
[31] Sabar ada tiga macam: sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, sabar dalam menjauhi larangan Allah, dan sabar terhadap taqdir Allah yang terasa pedih. Seorang hamba tidak berhak mendapat gelar sabar secara sempurna sampai terpenuhi ketiga macam sabar ini. Para nabi, Allah sebut sebagai orang-orang yang sabar karena mereka telah memenuhi ketiganya. Selain itu, Allah menyifati mereka dengan kesalihan karena kesalehan hati mereka yang dipenuhi ma’rifatullah dan kecintaan kepada-Nya, kesalihan lisan mereka dengan basah menyebut nama-Nya, dan kesalihan anggota badannya karena sibuk mengerjakan ketaatan kepada Allah dan menjaga dirinya dari maksiat. Karena kesabaran dan kesalehan inilah, Allah masukkan dengan rahmat-Nya dan menjadikan mereka bersama sauadra-saudara mereka dari para rasul serta memberikan pahala di dunia dan akhirat. Kalau sekiranya, pahala mereka adalah dengan disebut tinggi namanya di alam semesta serta disebut baik sekali oleh orang-orang setelahnya, maka hal itu pun sudah cukup sebagai kemuliaan dan ketinggiannya.
[32] Berupa kenabian.
Tags: Tafsir Lengkap Al Quran Online Indonesia, Surat Al Anbiya, Terjemahan Dan Arti Ayat Al Quran Digital, Penjelasan dan Keterangan, Kandungan, Asbabun Nuzul, Download Tafsir Al Quran, Footnote atau catatan kaki.
0 komentar
Posting Komentar