Tafsir Al Qur'an Surat Maidah Ayat Yang Ke: 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, Dan 93.
Ayat ini menjelaskan tentang orang-orang menangis terharu karena dibacakan ayat Al Qur'an, kaum Yahudi dan Musyrikin yang sangat memusuhi orang Mukminin, larangan untuk mengharamkan yang baik-baik dan halal, perintah untuk memakan rezeki yang halal dan bergizi (halalan thayyiban), lalu menjelaskan tentang hukum sumpah termasuk denda jika melanggar sumpah tersebut. Kemudian terdapat ayat yang mengharamkan khamr/minuman keras, berjudi/taruhan, memberikan qurban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah.
Ayat 83-86: Kerasnya permusuhan orang-orang Yahudi dan musyrikin kepada kaum mukmin
وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَى أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوا مِنَ الْحَقِّ يَقُولُونَ رَبَّنَا آمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ (٨٣) وَمَا لَنَا لا نُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا جَاءَنَا مِنَ الْحَقِّ وَنَطْمَعُ أَنْ يُدْخِلَنَا رَبُّنَا مَعَ الْقَوْمِ الصَّالِحِينَ (٨٤) فَأَثَابَهُمُ اللَّهُ بِمَا قَالُوا جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ جَزَاءُ الْمُحْسِنِينَ (٨٥) وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (٨٦
83.[1] Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata, “Ya Tuhan, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad)[2].
84.[3] Dan mengapa kami tidak beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami[4], padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang saleh (mukmin)?”
85. Maka Allah memberi pahala kepada mereka atas perkataan yang telah mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan.
86. Adapun orang-orang yang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka.
Ayat 87-89: Larangan mengharamkan yang baik-baik dan penjelasan tentang hukum sumpah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (٨٧) وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ (٨٨) لا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الأيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (٨٩
87.[5] Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengharamkan apa yang baik yang telah dihalalkan Allah kepadamu[6], dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas[7].
88.[8] Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik[9], dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya[10].
89. Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah)[11], tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin[12], yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu[13], atau memberi mereka pakaian[14] atau memerdekakan seorang hamba sahaya[15]. Barang siapa tidak mampu melakukannya, maka (kaffaratnya) berpuasa tiga hari[16]. Itulah kaffarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah (lalu kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu[17]. Demikianlah Allah menerangkan hukum-hukum-Nya kepadamu agar kamu bersyukur (kepada-Nya).
Ayat 90-93: Haramnya khamr dan judi, berkurban untuk berhala dan mengundi nasib
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٩٠) إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ (٩١) وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَاحْذَرُوا فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّمَا عَلَى رَسُولِنَا الْبَلاغُ الْمُبِينُ (٩٢) لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا إِذَا مَا اتَّقَوْا وَآمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ ثُمَّ اتَّقَوْا وَآمَنُوا ثُمَّ اتَّقَوْا وَأَحْسَنُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (٩٣
90.[18] Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras[19], berjudi[20], (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah[21], adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan[22]. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan itu) agar kamu beruntung[23].
91. Dengan minuman keras dan judi itu, setan bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat[24] maka tidakkah kamu mau berhenti?
92. Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul serta berhati-hatilah[25]. Jika kamu berpaling[26], maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat) dengan jelas[27].
93.[28] Tidak berdosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan tentang apa yang telah mereka makan dahulu[29], apabila mereka bertakwa[30] dan beriman, serta mengerjakan kebajikan, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, selanjutnya mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
[1] Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abdullah bin Az Zubair ia berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan Raja Najasyi dan kawan-kawannya.” (Hadits ini para perawinya adalah para perawi kitab shahih selain Muhammad bin Idris bapak Ibnu Abi Hatim, sedangkan dia adalah seorang hafizh besar. Al Haafizh Ibnu Katsir menyebutkan dengan sanad ini sambil menisbatkan kepadanya dan diriwayatkan oleh Nasa’i. Al Haitsami dalam Majma’uzzawaa’id juz 9 hal. 419 berkata, “Diriwayatkan oleh Al Bazzar, dan para perawinya adalah para perawi kitab shahih selain Muhammad bin Utsman bin Bahr, namun dia tsiqah.”)
Dalam tafsir Al Jalaalain diterangkan, bahwa Ayat ini turun berkenaan dengan utusan raja Najasyi yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Habasyah. Ketika itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan kepada mereka surat Yasin, lalu mereka menangis dan masuk Islam seraya berkata, “Sungguh mirip sekali perkataan ini dengan yang diturunkan kepada Isa.” Namun menurut mufassir yang lain, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan raja Najasyi dan kawan-kawannya yang menangis, ketika Ja’far bin Abi Thalib membacakan surat Maryam kepada mereka di Habasyah, wallahu a’lam.
[2] Yakni umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana mereka menjadi saksi atas keesaan Allah, menjadi saksi bahwa para rasul telah menyampaikan risalahnya dan menjadi saksi terhadap umat-umat terdahulu, apakah mereka beriman atau tidak. Oleh karena itu, umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang adil dan persaksian mereka diterima.
[3] Ada yang mengatakan, bahwa ucapan ini mereka ucapkan ketika orang-orang Yahudi mencela mereka karena masuk Islam.
[4] Yakni, “Apa yang menghalangi kami untuk beriman, padahal ada yang menghendaki kami beriman (berupa kebenaran yang dibawanya)?”
[5] Ayat ini turun berkenaan sebagian sahabat yang hendak melazimkan puasa, shalat malam dan tidak mendekati istri, serta tidak mau memakai wewangian, tidak memakan daging dan tidak tidur di atas kasur, padahal yang demikian dihalalkan Allah Subhaanahu wa Ta’aala.
[6] Nikmat-nikmat yang diberikan Allah patut disyukuri, baik dengan memuji Allah ketika memperolehnya, tidak kufur nikmat dan tidak menolaknya atau meyakini haramnya, karena yang demikian sama saja berkata dusta tentang Allah, kufur nikmat, dan meyakini yang baik sebagai sesuatu yang haram lagi buruk, ini semua merupakan sikap melampaui batas.
[7] Dia membenci sikap tersebut, murka dan akan memberikan hukuman terhadapnya.
[8] Dalam ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta’aala memerintahkan kaum mukmin untuk menyelisihi orang-orang musyrik yang mengharamkan apa yang dihalalkan Allah Ta’ala.
[9] Makanan halal adalah makanan yang tidak haram, bukan makanan yang didapatkan dari mencuri, merampas dan mengambil tanpa hak. Sedangkan makanan yang baik adalah makanan yang tidak kotor.
[10] Keimanan kepada Allah menghendaki pelakunya bertakwa kepada-Nya dan memperhatikan hak-Nya, di samping itu, iman tidaklah sempurna kecuali dengannya. Ayat di atas juga menunjukkan bahwa apabila seseorang mengharamkan yang halal baik berupa makanan, minuman atau lainnya, maka yang demikian tidaklah menjadikan makanan atau minuman itu haram. Akan tetapi, jika dia memakannya atau meminumnya, maka ia harus membayar kaffarat yamin/sumpah (lih. At Tahrim: 2). Lihat perincian kaffarat yamin di ayat 89 setelahnya. Dan jika yang diharamkan adalah istrinya, maka kaffaratnya adalah kaffarat Zhihar (lih. Al Mujaadilah: 3-4).
Ayat ini juga menunjukkan, bahwa tidak layak bagi seseorang menjauhi sesuatu yang baik-baik dan mengharamkan yang demikian bagi dirinya, bahkan seharusnya ia memanfaatkannya dan menggunakannya untuk ketaatan kepada Tuhannya.
[11] Laghw atau sumpah yang tidak disengaja adalah ucapan yang biasa keluar dari lisan tanpa ada maksud bersumpah (tanpa niat) atau seseorang meyakini sesuatu yang dikiranya benar, namun ternyata tidak demikian. Contoh laghw adalah seseorang berkata, “Tidak! Demi Allah“, “Benar, demi Allah” dsb.
[12] Masing-masing orang miskin mendapatkan satu mud (satu kaupan tangan orang dewasa atau + 6,5 ons) makanan.
[13] Yakni tidak terlalu mahal dan tidak terlalu murah, tetapi pertengahan di antara itu.
[14] Yang layak dipakai untuk shalat.
[15] Yakni yang mukmin, sebagaimana dalam kaffarat pembunuhan dan zhihar mengikuti kaidah hamlul mutlak ‘alal muqayyad (membawa yang masih mutlak kepada yang muqayyad/tidak mutlak). Namun ada yang berpendapat bahwa kata raqabah (budak) di ayat ini adalah mutlak, dan tidak bisa ditaqyid dengan yang disebutkan dalam kaffarat pembunuhan karena berbeda hukum (masalah), sehingga tetap sah meskipun bukan mukmin.
[16] Zhahirnya tidak mesti berurutan, dan inilah yang dipegang oleh Imam Syafi’i.
[17] Jangan kamu langgar selama tidak menghalangi berbuat baik dan mendamaikan manusia (lih. Al Baqarah: 224). Atau maksud “Jagalah sumpahmu” adalah dengan tidak bersumpah namun isinya dusta dan banyak bersumpah.
[18] Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Turun ayat pengharaman khamr (minuman keras) berkenaan dengan dua suku Anshar yang meminumnya, ketika mereka mabuk, maka satu sama lain saling bermain-main, saat mereka sadar, salah seorang di antara mereka melihat bekas pada muka dan janggutnya dan berkata, “Saudaraku si fulan telah berbuat seperti ini kepadaku padahal mereka bersaudara dan tidak ada rasa dendam di antara mereka. Demi Allah, jika dia kasihan dan sayang kepadaku tentu dia tidak melakukan hal ini kepadaku.” Sehingga timbullah dendam di hati mereka, maka Allah menurunkan ayat, “Innamal khamru wal maisiru…sampai fahal antum muntahuun.” Kemudian orang-orang yang membebani diri berkata, “Ia (khamr) adalah kotor. Namun minuman itu ada dalam perut si fulan yang terbunuh pada perang Badar dan fulan yang terbunuh pada perang Uhud.” Maka Allah menurunkan ayat, “Laisa ‘alalladziina aamanuu wa ‘amilush shaalihaat junaahun fiimaa tha’imuu…dst.” (Al Maa’idah: 93)
Hadits ini diriwayatkan oleh Hakim dan Baihaqi. Haitsami dalam Majma’uzzawaa’id juz 7 hal. 18 berkata, “Diriwayatkan oleh Thabrani dan para perawinya adalah para perawi kitab shahih.” Adapun sanad Ibnu Jarir, maka para perawinya adalah para perawi kitab shahih selain Husain bin Ali Ash Shadaa’iy, ia adalah tsiqah.
[19] Minuman keras adalah minuman yang menghilangkan akal dan kesadaran, sehingga sikapnya tidak terkendali.
[20] Yakni taruhan, seperti perlombaan yang pesertanya mengeluarkan biaya, kemudian biaya itu akan diberikan kepada pemenang perlombaan. Keduanya, yakni minuman keras dan perjudian sangat rawan mengakibatkan permusuhan antara sesama saudara dan menimbulkan kebencian. Di samping itu, kedua perbuatan itu biasa membuat seseorang lupa dari dzikrullah dan lupa dari melaksanakan shalat, padahal untuk itulah manusia diciptakan.
[21] Lihat footnote surat Al Maa’idah: 3 tentang Azlaam.
[22] Yang menjadikannya indah.
[23] Karena keberuntungan tidaklah tercapai kecuali dengan meninggalkan apa yang diharamkan Allah, khususnya perkara keji yang disebutkan di atas.
[24] Dibicarakan secara terpisah melaksanakan shalat, menunjukkan tingginya kedudukan shalat.
[25] Terhadap maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.
[26] Dari ketaatan.
[27] Beliau telah menyampaikan tugasnya, jika kita mengikutinya, maka yang demikian untuk kebaikan diri kita, sedangkan jika kita tidak mengikutinya, maka tidak ada yang dirugikan selain diri kita, dan Allah Subhaanahu wa Ta’aala akan menghisab sikap kita.
[28] Ketika turun ayat yang melarang minuman keras, sebagian sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin mengetahui keadaan saudara-saudaranya yang meninggal dalam keadaan muslim sebelum diharamkan minuman keras, di mana ketika itu mereka meminumnya, maka Allah Ta’ala menurunkan ayat di atas.
[29] Yaitu makanan dari hasil perjudian dan meminum minuman keras sebelum adanya larangan.
[30] Menjauhi hal-hal yang dilarang.
Tags: Tafsir Lengkap Al Quran Online Indonesia, Surat Al Maidah, Terjemahan Dan Arti Ayat Al Quran Digital, Penjelasan dan Keterangan, Asbabun Nuzul, Download Tafsir Al Quran, Footnote atau catatan kaki.
0 komentar
Posting Komentar