Tafsir Al Quran Surat At Taubah Ayat yang ke: 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, dan 49.
Ayat berikut ini menjelaskan tentang 12 bulan yang didalamnya terdapat 4 bulan haram (suci) yang tidak boleh diadakan perang, perintah untuk memerangi kaum musyrikin, menceritakan tentang perang Tabuk, celaan, teguran bahkan azab yang akan ditimpakan kepada mereka yang enggan untuk berjihad dalam peperangan (Tabuk), bantuan dari Allah yang mengirimkan bala tentara Malaikat kepada baginda Rasul, lalu menceritakan tentang busuknya kaum munafik, dll.
Baca juga: Tafsir At Taubah Ayat 25-35
Ayat 36-37: Memuliakan bulan-bulan haram, dan pembatalan perkara yang dilakukan kaum musyrikin yang mereka sebut dengan ‘nasii’
36. Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah[1] ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah[2] pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi[3], di antaranya ada empat bulan haram[4]. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu[5] dalam (bulan yang empat) itu[6], dan perangilah kaum musyrikin semuanya[7] sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya[8]. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa[9].
37. Sesungguhnya pengunduran (bulan Haram) itu[10] hanya menambah kekafiran[11]. Orang-orang disesatkan dengan (pengunduran) itu, mereka menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan Allah[12], sekaligus mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Oleh setan) dijadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan buruk mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir[13].
Ayat 38-40: Kisah perang Tabuk, dorongan kepada kaum mukmin untuk berjihad bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan celaan kepada orang-orang yang tidak mau menolong Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
38.[14] Wahai orang-orang yang beriman![15] Mengapa apabila dikatakan kepadamu, “Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah,” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu?[16] Apakah kamu lebih menyenangi kehidupan di dunia daripada kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini[17] (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.
39. Jika kamu tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum kamu dengan azab yang pedih[18] dan menggantikan kamu dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat merugikan-Nya sedikit pun[19]. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu[20].
40. Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad)[21], sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah)[22]; sedang dia salah seorang dari dua orang[23] ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya[24], “Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan[25] kepadanya (Muhammad)[26] dan membantu dengan bala tentara yang tidak terlihat olehmu[27], dan dia menjadikan seruan orang-orang kafir[28] itu rendah[29]. Dan seruan Allah[30] itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana[31].
Ayat 41: Disyariatkannya berperang secara bersama-sama
41. Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat[32], dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu[33], jika kamu mengetahui.
Ayat 42-49: Membongkar kedok kaum munafik dan niat mereka yang busuk serta tidak memperhatikan berita dusta yang mereka siarkan
42.[34] Sekiranya (yang kamu serukan kepada mereka) ada keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, niscaya mereka mengikutimu[35], tetapi tempat yang dituju itu terasa sangat jauh bagi mereka[36]. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah[37], “Jikalau kami sanggup niscaya kami berangkat bersamamu[38].” Mereka membinasakan diri sendiri[39] dan Allah mengetahui bahwa mereka benar-benar orang yang berdusta.
43.[40] Allah memaafkanmu (Muhammad)[41]. Mengapa engkau memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar-benar (berhalangan) dan sebelum engkau mengetahui orang-orang yang berdusta[42]?
44. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin (tidak ikut kepadamu untuk berjihad dengan harta dan jiwa mereka)[43]. Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa[44].
45. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu (Muhammad), hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian[45], dan hati mereka ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguan.
46.[46] Dan jika mereka mau berangkat, niscaya mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Dia melemahkan keinginan mereka[47], dan dikatakan (kepada mereka), “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu[48].”
47. Jika mereka berangkat bersamamu, niscaya mereka tidak menambah (kekuatan)mu, malah hanya akan membuat kekacauan, dan mereka tentu bergegas maju ke depan di celah-celah barisanmu untuk mengadakan kekacauan (di barisanmu)[49]; sedang di antara kamu ada orang-orang yang sangat suka mendengarkan (perkataan) mereka[50]. Allah mengetahui orang-orang yang zalim.
48. Sungguh, sebelum itu mereka sudah berusaha membuat kekacauan dan mengatur berbagai tipu daya bagimu (memutarbalikkan persoalan), hingga datanglah kebenaran (pertolongan Allah)[51], dan menanglah urusan (agama) Allah[52], padahal mereka tidak menyukainya.
49. Di antara mereka ada orang yang berkata[53], “Berilah aku izin (tidak pergi berperang) dan janganlah engkau (Muhammad) menjadikan aku terjerumus ke dalam fitnah.[54]” Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah[55]. Dan Sungguh, Jahannam meliputi orang-orang yang kafir.
[1] Yakni dalam qadha’ dan qadar-Nya.
[2] Maksudnya dalam ketetapan qadari (ketentuan sejak zaman ajali)-Nya.
[3] Dan diperjalankan-Nya malam dan siang serta ditentukan waktu-waktunya lalu dibagi-Nya menjadi dua belas bulan.
[4] Yaitu bulan Rajab, Zulkaidah, Zulhijjah dan Muharram. Bulan ini dinamakan bulan haram (suci) untuk memperkuat kesuciannya dan haramnya berperang di bulan itu.
[5] Maksudnya janganlah kamu menganiaya dirimu dengan mengerjakan perbuatan yang dilarang atau melakukan maksiat pada bulan itu karena dosanya lebih besar, termasuk menganiaya diri adalah melanggar kehormatan bulan itu dengan mengadakan peperangan.
[6] Dhamir (kata ganti) dalam kata “fiihinna” kembalinya bisa kepada dua belas bulan itu atau kepada empat bulan itu. Jika kembalinya kepada dua belas bulan itu, maka maksudnya Allah Ta’ala menjadikan bulan-bulan itu sebagai ukuran waktu bagi hamba dan agar diisi dengan ketaatan dan sikap syukur kepada-Nya serta dijadikan-Nya untuk maslahat hamba, oleh karena itu hendaknya mereka berhati-hati dengan tidak berbuat zalim di bulan-bulan itu. Dhamir tersebut bisa juga kembalinya kepada empat bulan haram, yakni sebagai larangan bagi mereka berbuat zalim di bulan itu meskipun kezaliman di bulan apa saja terlarang, namun di bulan-bulan itu lebih terlarang lagi, termasuk di antara yang terlarang itu adalah berperang di bulan itu menurut mereka yang berpendapat bahwa berperang pada bulan haram tidak dimansukh keharamannya berdasarkan nash-nash umum yang melarang berperang pada bulan itu. Namun di antara ulama ada pula yang berpendapat, bahwa keharaman berperang pada bulan-bulan itu sudah mansukh berdasarkan keumuman ayat, “Wa qaatilul musyrikiina kaaffaf…dst.” Yakni perangilah semua orang musyrik dan kafir.
[7] Kata-kata “semuanya” atau kaffah bisa maksudnya semua orang musyrik atau kafir, dan bisa sebagai hal (keadaan), yakni perangilah orang-orang musyrik dalam keadaan bersama-sama oleh semua kaum mukmin. Namun makna seperti ini mansukh dengan ayat, “wa maa kaanal mu’minuuna liyanfiruu kaaffah…dst” (surat At Taubah: 122)
[8] Pada semua bulan.
[9] Dengan memberikan pertolongan dan bantuan. Oleh karena itu, tetaplah bertakwa kepada Allah baik dalam keadaan sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, terlebih ketika memerangi orang-orang kafir karena terkadang seorang mukmin meninggalkannya ketika menyikapi orang-orang kafir yang memerangi.
[10] Bulan Rajab, Zulkaidah, Zulhijjah, dan Muharram adalah bulan-bulan yang dihormati dan dalam bulan-bulan tersebut tidak boleh diadakan peperangan. Tetapi peraturan ini dilanggar oleh mereka dengan mengadakan peperangan di bulan Muharram, dan menjadikan bulan Safar sebagai bulan yang dihormati untuk mengganti bulan Muharram itu. Meskipun bilangan bulan-bulan yang disucikan itu empat bulan juga. tetapi dengan perbuatan itu, tata tertib di Jazirah Arab menjadi kacau dan lalu lintas perdagangan terganggu. Kerusakan lainnya adalah:
– Merupakan perkara bid’ah, dan mereka menjadikannya sebagai agama, padahal Allah dan Rasul-Nya berlepas diri daripadanya.
– Mereka telah mengubah agama, dengan menjadikan bulan yang haram sebagai bulan halal dan menjadikan bulan halal sebagai bulan haram.
– Mereka memalsukan ajaran Allah dan melakukan tipuan serta helat (cari kesempatan) dalam agama Allah.
– Kebiasaan melanggar syari’at jika terus menerus dilakukan, maka kejelekannya akan hilang dari jiwa dan akan berganti menjadi indah.
Karena perbuatan itulah mereka menjadi sesat.
[11] Karena kufurnya mereka kepada hukum Allah Ta’ala.
[12] Yakni dengan menghalalkan satu bulan haram dan mengharamkan bulan yang lain sebagai gantinya.
[13] Yakni orang-orang yang dalam hatinya sudah tercelup oleh kekafiran dan sikap mendustakan, oleh karena itu setiap kali datang kepada mereka ayat Allah, mereka tidak beriman juga.
[14] Ayat ini turun ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak para sahabat untuk perang Tabuk, sedangkan mereka dalam keadaan sulit dan kesusahan, udara sangat panas, dan perbekalan sedikit sehingga yang demikian terasa berat bagi mereka.
[15] Yakni tidakkah kamu mengerjakan konsekwensi keimanan dan penguat keyakinan, yaitu segera melakukan perintah Allah, mencari keridhaan-Nya dan berjihad untuk melawan musuh-musuh-Nya dan membela agama-Nya.
[16] Pertanyaan ini sebagai celaan dan teguran kepada mereka.
[17] Yang hati kamu cenderung kepadanya dan lebih mengutamakannya di atas akhirat.
[18] Di dunia dan akhirat, karena tidak berangkat padahal sebelumnya diminta untuk berangkat termasuk dosa-dosa besar yang menghendaki pelakunya mendapatkan siksa yang pedih, di mana dalam sikap tersebut terdapat banyak madharat (bahaya), di antaranya adalah sama saja telah mendurhakai Allah Ta’ala dan mengerjakan larangan-Nya, tidak membantu membela agama Allah, tidak membantu saudaranya kaum muslimin yang hendak dibinasakan oleh musuh-musuh mereka, bahkan terkadang sikap mereka akan diikuti oleh orang-orang yang lemah dan melemahkan semangat orang-orang yang berjihad. Oleh karenanya, orang yang seperti ini keadaannya layak memperoleh ancaman tersebut.
[19] Bisa juga kata “nya” di sini kembalinya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni kamu tidak dapat merugikan Beliau sedikit pun, karena Allah penolong agamanya, atau kembalinya kepada Allah, sehingga kamu tidak dapat merugikan-Nya sedikit pun, karena Dia telah menjamin akan menolong agama-Nya dan akan meninggikan kalimat-Nya.
[20] Di antaranya dengan menolong agama dan Nabi-Nya dan tidak ada seorang pun yang dapat melemahkan dan mengalahkan-Nya.
[21] Maka Allah tidak butuh kepada kamu, karena sesungguhnya Allah telah menolongnya dalam keadaan yang paling sempit.
[22] Orang-orang kafir telah sepakat untuk membunuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala memberitahukan maksud jahat orang-orang kafir itu kepada Beliau. Oleh karena itu beliau keluar dengan ditemani oleh Abu Bakar dari Mekah ke Madinah, dan dalam perjalanannya ke sana Beliau bersembunyi di sebuah gua di bukit Tsur. Beliau dan Abu Bakar tinggal di sana agar pencarian terhadap Beliau mereda, di mana ketika itu musuh menyebar di berbagai tempat untuk menangkap Beliau, namun Allah Subhaanahu wa Ta’aala menjaga Beliau.
[23] Yang satu lagi adalah Abu Bakar Ash Shiddiq. Maksud ayat ini adalah bahwa dalam keadaan seperti itu Allah telah menolongnya, dan sudah barang tentu akan menolong Beliau pula dalam keadaan yang lain dan tidak akan membiarkannya.
[24] Yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq saat ia berkata kepada Beliau ketika melihat kaki-kaki kaum musyrik, “Jika sekiranya salah seorang di antara mereka melihat ke bawah kakinya tentu ia akan melihat kita,” Maka Beliau menjawab, “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.”
[25] Ayat ini menunjukkan pentingnya ketenangan dan bahwa ia termasuk pelengkap nikmat Allah kepada hamba-Nya terutama di saat-saat menegangkan, dan bahwa ketenangan itu akan diperoleh sesuai sejauh mana pengetahuan seorang hamba terhadap Tuhannya, keyakinannya terhadap janji-Nya, dan sesuai keimanan dan keberanian yang ada dalam dirinya.
[26] Bisa juga kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.
[27] Yaitu para malaikat yang menjaga Beliau.
[28] Yaitu seruan atau dakwah syirknya.
[29] Orang-orang kafir menyangka bahwa mereka akan berhasil menangkap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membunuhnya, mereka kerahkan daya upaya agar tercapai maksud mereka, namun Allah Subhaanahu wa Ta’aala menjadikan mereka kecewa dan maksud mereka tidak tercapai. Ini merupakan pertolongan Allah kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena pertolongan Allah dapat berupa menolong kaum muslimin dalam usaha mereka mengalahkan musuh seperti dalam peperangan, dan bisa berupa menolong orang yang lemah dengan menghindarkan gangguan musuh darinya.
[30] Yakni seruan tauhid. Ada pula yang mengartikan dengan kalimat qadari-Nya dan kalimat agama-Nya, seperti ayat, “Dan Kami berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” (Terj. Ar Ruum: 47), ayat, “Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat),” (terj. Ghaafir: 51) dan ayat, “Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang,” (Ash Shaffaat: 173) Maksud tentara Kami di sini adalah Rasul beserta pengikut-pengikutnya. Oleh karena itu, agama Allah itulah yang akan menang di atas semua agama dengan hujjah yang jelas dan bukti yang nyata.
[31] Dia menempatkan sesuatu pada tempatnya, Dia memiliki hikmah menunda kemenangan hamba-Nya sampai tiba watu yang dikehendaki oleh kebijaksanaan-Nya.
[32] Yakni baik dalam keadaan semangat atau tidak, dalam keadaan kuat atau lemah, dalam keadaan kaya atau miskin dan dalam semua keadaan. Menurut penyusun Tafsir Al Jalaalain ayat ini dimansukh dengan ayat, “Laisa ‘aladh dhu’afaa…dst” (At Taubah: 91).
[33] Berjihad dengan jiwa dan harta lebih baik dari berdiam di tempat, karena di sana terdapat keridhaan Allah, memperoleh derajat yang tinggi di sisi-Nya, membela agama Allah, dan masuk ke dalam barisan tentara-Nya.
[34] Ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang munafik yang tidak ikut berjihad.
[35] Karena hendak memperoleh ghanimah.
[36] Sehingga mereka tidak ikut. Padahal seorang hamba yang hakiki harus menuruti perintah Allah dalam setiap keadaan.
[37] Ketika kamu kembali kepada mereka.
[38] Mereka bersumpah, bahwa ketidakberangkatan mereka untuk berperang karena memiliki banyak uzur dan bahwa mereka tidak sanggup berangkat.
[39] Yakni mereka membinasakan dirinya dengan duduk tidak berperang, dengan dusta dan dengan memberitakan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Celaan ini ditujukan kepada orang-orang munafik yang tidak ikut berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perang Tabuk, mereka menyebutkan uzur-uzur yang dusta, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memaafkan mereka tanpa mengetes mereka terlebih dahulu sehingga diketahui siapa yang benar uzurnya dan siapa yang berdusta. Oleh karena sikap pemaafan dari Beliau terhadap mereka yang mengemukakan uzur tanpa dibuktikan lebih dulu, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala menegur Beliau dengan ayat selanjutnya.
[40] Didahulukan kata “memaafkan” untuk menenangkan hati Beliau.
[41] Yakni terhadap sikapmu itu.
[42] Bahwa ia tidak berhalangan.
[43] Yakni tidak mungkin mereka meminta izin untuk tidak berjihad padahal dalam hati mereka terdapat kecintaan kepada kebaikan dan keimanan, yang membuat mereka ingin berjihad.
[44] Oleh karenanya Dia memberitahukan, bahwa orang-orang yang bertakwa tidak akan meminta izin kepadamu untuk tidak berjihad.
[45] Yakni mereka yang tidak memiliki iman yang sempurna dan keyakinan yang benar, sehingga keinginan mereka kepada kebaikan sangat sedikit dan takut berperang.
[46] Allah Subhaanahu wa Ta’aala menerangkan bahwa mereka yang tidak ikut berperang, yakni dari kalangan kaum munafik sesungguhnya telah nampak pada lahiriah mereka qarinah (tanda) yang menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki keinginan untuk pergi berperang, dan bahwa uzur yang mereka kemukakan adalah batil, karena uzur yang sesungguhnya adalah penghalang yang menghalangi seseorang ketika seseorang telah bersusah payah untuk berangkat, kemudian ada penghalang syar’i. Inilah orang yang diberi uzur, sedangkan orang-orang munafik itu sebelumnya sengaja tidak mempersiapkan apa-apa yang menunjukkan bahwa mereka tidak ingin berangkat.
[47] Dalam qadar-Nya yang terdahulu maupun qadha’-Nya (ketika terjadinya), meskipun Dia telah memerintahkan mereka dan mendorong mereka untuk keluar serta menjadikan mereka sanggup, akan tetapi Allah dengan hikmah-Nya tidak membantu mereka, bahkan membiarkan dan melemahkan semangat mereka.
[48] Yaitu orang-orang yang sakit, wanita dan anak-anak.
[49] Dan mengadakan perselisihan di antara kamu.
[50] Mereka adalah orang-orang yang kurang akal. Allah memiliki hikmah yang sempurna mengapa Dia menjadikan kaum munafik tidak ikut berperang, karena mereka senang membiarkan kaum mukmin, mengadakan kekacauan dan melemahkan hati kaum mukmin ketika melawan orang-orang kafir, dan lagi di tengah-tengah kaum mukmin ada orang yang mudah tertipu oleh kata-kata manis mereka. Jika mereka ikut berperang, tentu akan timbul kekacauan di barisan kaum mukmin. Oleh karena itu, pada ayat selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala menerangkan bahwa sebelum ini, mereka juga sudah berusaha membuat kekacauan, yakni ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pertama kali hijrah ke Madinah.
[51] Tipu daya mereka pun kalah dan sia-sia.
[52] Mereka pun masuk ke dalam agama Islam di luarnya.
[53] Yakni di antara kaum munafik ada pula yang mengemukakan uzur yang lebih aneh lagi untuk tidak berperang ke Tabuk.
[54] Orang ini bernama Al Jad bin Qais, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Maukah kamu berperang melawan Bani Ashfar?” Ia menjawab, “Saya sangat suka dengan wanita. Saya khawatir, ketika melihat wanita Bani Ashfar, saya tidak bisa bersabar sehingga tergoda.”
[55] Yakni, padahal dengan tidak berperang itu mereka terjatuh ke dalam fitnah yang besar, yaitu bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya serta mengerjakan dosa yang besar. Sedangkan pergi berperang, kalau pun ada mafsadatnya, namun sangat kecil dibanding dengan tidak berperang, ini pun kalau ada.
Tags: Tafsir Lengkap Al Quran Online Indonesia, Surat Al Anfaal, Terjemahan Dan Arti Ayat Al Quran Digital, Penjelasan dan Keterangan, Kandungan, Asbabun Nuzul, Download Tafsir Al Quran, Footnote atau catatan kaki.
0 komentar
Posting Komentar