Tafsir Al Qur'an Surat Al A’raaf Ayat yang ke: 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125, 126, 127, 128, dan 129.
Ayat ini menceritakan tentang Nabi Musa yang mengalahkan para penyihir Fir'aun, Kebenaran yang terbukti dan membawa pada keimanan, Keharusan untuk bersabar ketika mendapat ancaman.
Ayat dibawah ini juga menceritakan tentang kaum Nabi Musa yakni Bani Israil, menjelaskan tentang Fira'un yang punya kuasa bahkan mengaku sebagi tuhan, akan membunuh anak laki-laki yang baru lahir dan membiarkan anak perempuan untuk dijadikan budak, dan lain-lain.
Baca juga tafsir sebelumnya: Tafsir Al A'raaf Ayat 103- 116
Ayat 117-126: Menangnya kebenaran, kalahnya kebatilan serta bersabar ketika kesulitan dan mendapatkan gangguan
117. Dan Kami wahyukan kepada Musa, “Lemparkanlah tongkatmu!”. Maka tiba-tiba ia menelan (habis) segala kepalsuan mereka.
118. Maka terbuktilah kebenaran, dan segala yang mereka kerjakan jadi sia-sia.
119. Mereka[1] dikalahkan di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina.
120. Dan para pesihir itu serta merta menjatuhkan diri dengan bersujud[2],
121. Mereka berkata, “Kami beriman kepada Tuhan seluruh alam,
122. (yaitu) Tuhan Musa dan Harun[3].”
123. Fir’aun berkata, “Mengapa kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya ini benar-benar tipu muslihat yang telah kamu rencanakan di kota ini, untuk mengusir penduduk. Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini)[4].
124. Pasti akan aku potong tangan dan kakimu dengan bersilang (tangan kanan dan kaki kiri atau sebaliknya), kemudian aku akan menyalib kamu semua.”
125. Mereka (para pesihir) menjawab, “Sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan Kami[5],
126. dan kamu tidak menyalahkan kami, melainkan karena kami beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami.” (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada Kami[6] dan matikanlah kami dalam keadaan muslim (tunduk kepada-Mu)”[7].
Ayat 127-129: Kawan-kawan yang buruk, dan bahwa mereka adalah pembantu yang mengadakan kerusakan, dan pengaruh mereka dalam merusak negara
127. Para pemuka dari kaum Fir’aun berkata, “Apakah kamu akan membiarkan Musa dan kaumnya untuk berbuat kerusakan[8] di negeri ini (Mesir) dan meninggalkanmu dan tuhan-tuhanmu?[9]“. Fir’aun menjawab, “Akan kita bunuh anak-anak laki-laki mereka[10] dan kita biarkan hidup anak-anak perempuan-perempuan mereka[11] dan sesungguhnya kita berkuasa penuh atas mereka.”
128. Musa berkata kepada kaumnya, “Mohonlah pertolongan kepada Allah[12] dan bersabarlah[13]. Sesungguhnya bumi (ini) milik Allah[14]; diwariskan-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya[15]. Dan kesudahan (yang baik) adalah bagi orang-orang yang bertakwa.”[16]
129. Mereka (kaum Musa) berkata[17], “Kami telah ditindas (oleh Fir’aun) sebelum kamu engkau datang kepada kami dan setelah engkau datang[18]. (Musa) menjawab, “Mudah-mudahan Tuhanmu membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi; maka Dia akan melihat bagaimana perbuatanmu[19].”
[1] Fir’aun dan kaumnya.
[2] Mereka terus bersujud kepada Allah karena meyakini kebenaran seruan Nabi Musa ‘alaihis salam dan ia bukan pesihir sebagaimana yang mereka duga sebelumnya.
[3] Karena mereka mengetahui bahwa apa yang mereka saksikan bukanlah berasal dari sihir.
[4] Inilah kedustaan Fir’aun, padahal para pesihir sebelumnya telah bersusah payah mengorbankan tenaga mereka untuk mengalahkan Nabi Musa ‘alaihis salam, namun mereka kalah dan kebenaran terbukti, lalu mereka pun mengikutinya.
[5] Yakni, “Kami tidak peduli apa pun hukumanmu, karena kepada Allah-lah kami kembali.”
[6] Maksudnya, “Limpahkanlah kesabaran kepada kami ketika mereka menimpakan ancaman itu, agar kami tidak berbalik kafir.”
[7] Zhahir ayat ini menunjukkan, bahwa Fir’aun melakukan apa yang diancamkan itu, dan Allah meneguhkan iman mereka.
[8] Dengan mengajak orang lain kepada Allah, mengajak kepada akhlak dan amal yang mulia, di mana hal itu sesungguhnya memperbaiki bumi bukan merusaknya. Akan tetapi, orang-orang yang zalim tidak peduli terhadap kata-katanya itu.
[9] Dalam Tafsir Al Jalaalain disebutkan, bahwa Fir’aun membuatkan pula untuk mereka patung-patung kecil yang mereka sembah, dan Fir’aun berkata, “Saya adalah tuhanmu dan tuhan patung-patung itu.” Oleh karenanya ia berkata, “Saya adalah tuhanmu yang tertinggi.” Alangkah buruk apa yang diucapkannya.
[10] Yakni yang lahir. Mereka pun melakukan hal itu, sehingga Bani Israil datang mengeluh kepada Nabi Musa ‘alaihis salam. Fir’aun menyangka bahwa hukuman itu dapat membuat mereka tidak bertambah jumlahnya, dan dirinya menjadi aman.
[11] Untuk diperbudak.
[12] Yakni bersandarlah kepada-Nya dalam mendatangkan manfaat dan menolak bahaya, dan percayalah kepada-Nya, bahwa Dia akan menyempurnakan urusan-Nya.
[13] Terhadap gangguan mereka.
[14] Bukan milik Fir’aun dan pengikutnya sehingga mereka berani berbuat seenaknya.
[15] Meskipun mereka diuji beberapa waktu, namun kemenangan akan diberikan kepada mereka. Allah mempergilirkan di antara manusia sesuai kehendak dan hikmah (kebijaksanaan)-Nya.
[16] Berdasarkan ayat ini, maka seorang hamba ketika mampu, hendaknya melakukan sebab yang dapat menghindarkan gangguan orang lain semampunya. Namun ketika lemah, hendaknya ia bersabar dan meminta pertolongan kepada Allah dan menunggu datangnya jalan keluar.
[17] Kepada Musa karena bosannya mereka berada dalam kekejaman Fir’aun dalam waktu yang lama.
[18] Mereka mengeluh kepada Nabi Musa ‘alaihis salam bahwa nasib mereka sama saja; baik sebelum kedatangan Musa untuk menyeru mereka kepada agama Allah dan melepaskan mereka dari perbudakan Fir’aun, maupun setelahnya. Ini menunjukkan kekerdilan jiwa dan kelemahan daya juang mereka.
[19] Apakah kamu akan bersyukur atau malah kufur.
Tags: Tafsir Lengkap Al Quran Online Indonesia, Surat Al A'raaf, Terjemahan Dan Arti Ayat Al Quran Digital, Penjelasan dan Keterangan, Kandungan, Asbabun Nuzul, Download Tafsir Al Quran, Footnote atau catatan kaki.
0 komentar
Posting Komentar